by Selpius Bobii on Wednesday, June 1, 2011 at 7:36pm
Pada hari ini Rabu, 1 Juni 2011), sdr. Selpius Bobii memfasilitasi Siaran Pers bersama “Keluarga Korban Tragdi Berdarah” dan “Dewan Adat Papua” didukung oleh SHDRP dan Front PEPERA PB menyikapi tragedy berdarah pada tanggal 28 Mei 2011 di Pasar Lama Kamp Kei – Abepura – Jayapura - Papua.
Dalam siaran pers ini, Keluarga Korban yang diwakili oleh Jefta menyatakan bahwa pihak keluarga mengutuk keras para pelaku, karena keluarga kami, empat mahasiswa Papua mengalami luka sobekan yang sangat kritis oleh warga migrant tertentu yang ada di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei. Keluarga korban juga tidak menerima pihak kepolisian yang memback up masyarakat migrant tertentu di Pasar Lama untuk mengepung para mahasiswa Papua yang dengan tangan kosong datang menanyakan kasus ini dan sekaligus menyakan pelaku untuk diserahkan ke pihak kepolisian untuk memproses hukum. Ia pun menyatakan: “pihak kepolisian harus bertanggung jawab atas insiden ini karena dua korban (Yulius dan Elisa) dicincang di depan pihak kepolisian, bahkan pihak kepolisian memback up masyarakat migrant di saat kepungan pada malam itu”, tegasnya.
Untuk menyikapi kasus ini, Jefta mengatakan dalam waktu dekat akan mengadakan demonstrasi damai ke DPRP untuk meminta kasus ini diusut tuntas dan DPRP memfasilitasi sebuah pertemuan antara tokoh masyarakat migrant dan tokoh masyarakat orang Papua agar mengantisipasi hal-hal serupa dan ambil sikap bersama untuk jangan terulang lagi.
Terkait dengan adanya isu bahwa akan ada penyerangan balik, Jefta mengatakan: “kami keluarga korban tidak pernah 100 % memikirkan akan adanya penyerangan balasan; dari awal kami menghendaki dan memutuskan bahwa masalah ini diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diselesaikan secara hukum; dan tentu jalur demonstrasi damai akan kami tempuh juga agar DPRP fasilitasi kami bicara bersama, baik keterwakilan tokoh Amber dan Papua”.
Komentar Jefta ditegaskan kembali oleh salah seorang keluarga korban (Holland Binen). Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian itu harus independen. Kasus kemarin di Pasar Lama jelas-jelas pihak kepolisian memback up masyarakat migrant. Ia berharap ke depan pihak kepolisian harus netral, jangan memihak kepada salah satu pihak. Polisi harus professional menangani kasus-kasus, bukan untuk menciptakan konflik baru dan atau memihak kepada salah satu pihak lalu menyerang pihak lain. Ia menegaskan Negara ini Negara hukum, maka hukum itu harus ditegakkan, bukan main pilih kasih. Tak lupa disampaikan bahwa jika dalam peristiwa itu ada masyarakat mengalami keresahan, maka disampaikan minta maaf.
Mewakili korban juga, Elias Tamaka menegaskan bahwa pihak kepolisian jangan memprofokasi masyarakat. Ia menjelaskan bahwa selama ini pihak kepolisian justru menciptakan ketegangan, menciptakan keresahan. Contohnya beberapa hari mulai kasus di Kamp Kei terjadi, pihak kepolisian melakukan intimidasi, terror, dan keresahan dengan melakukan sweeping yang berlebihan; pada hal keluarga korban tidak ada rencana melakukan penyererangan balik ke masyarakat migrant. “Isu penyerangan itu dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab yang menghendaki Papua tetap ada konflik” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, aktifis HAM Independen (Usman Yogobi) menyatakan bahwa dari pengalaman insiden serupa yang ditanganinya, ia menyimpulkan bahwa insiden-insiden itu, para aktornya adalah BIN, BAIS, BAKIN dan TNI serta POLRI. Menurutnya para aktor inilah yang menciptakan adu domba antara masyarakat, baik sesama Papua maupun Papua dan masyarakat pendatang (amber). “Saya sudah bosan melihat permainan dari para aktor ini” kata Usman. Menurutnya, kasus Kamp Kei sebenarnya ditangani oleh polisi dengan baik karena sesaat tabaraan terjadi, polisi sudah ada ditempat, sebenarnya dua orang korban susulan ini tidak harus terjadi, karena itu terjadi di depan polisi. “Kami menilai ini ada permainan dari polisi untuk ciptakan konflik yang panjang” tegas Yogobi. Ia juga berharap jangan ada kasus baru lagi antara masyarakat orang asli Papua dan pendatang (migrant), dan juga jangan ada kasus baru sesama Papua.
Kasus ini pun menjadi perhatian Dewan Adat Papua. Ketua Umum Dewan Adat Papua melalui wakil sekretaris DAP (Willem Rumasep) mengatakan bahwa Dewan Adat Papua mempertanyakan insiden ini; “ada apa dibalik ini; karena peristiwa tabrakan selalu terjadi hampir setiap hari” tegasnya. “Jarang terjadi adanya penyerangan membabi buta dari warga mengkroyok orang atas insiden lalu lintas. Kasus di Kamp Kei ini sesungguhnya tidak terjadi, jikalau pihak kepolisian yang ada di situ mengamankannya dengan baik, namun justru pihak kepolisian mengeluarkan tembakan bertubi-tubi ke arah mahasiswa Papua yang datang pertanyakan kasus itu” imbuhnya. DAP berharap situasi ketegangan yang terjadi beberapa hari ini harus kita pulihkan kembali. “Jangan ada pihak yang bermain untuk menciptakan konflik di Tanah Papua lagi” harapnya.
Dalam jumpa per itu, ada juga wartawan yang mengatakan bahwa menurut Kapolresta, para pelaku itu ada di luar Papua dan akan di datangkan. Ia menambahkan bahwa yang menjadi kendala menurut Kapolresta adalah masalah ongkos transportasi untuk mendatangkan pelaku. Menyikapi komentar wartawan ini, Sekretaris Dewan Adat Papua mengatakan bahwa tak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk menunda-nunda datangkan para pelaku dengan alasan masalah uang transportasi; ini tugas pihak kepolisian untuk mendatangkan para pelaku. Salah satu staf DAP juga menegaskan bahwa pihak polisi harus segera mendatangkan para pelaku untuk diproses hukum, jangan menunda-nunda lagi; apa pun caranya para pelaku itu di datangkan dan diproses hukum; polisi harus bertugas secara professional.
Dalam kesempatan itu, salah seorang wartawan mempertanyakan sikap mahasiswa Papua pada hari Minggu yang rame-rame datang ke Polsekta Abepura, katanya pada waktu itu ada masyarakat panik dengan kejadian itu. Jefta mengatakan: “jika kami telah menyerahkan masalah kepada pihak tertentu, maka kami pulang dengan yel-yel; itu tradisi kami, jadi kalau kami yel-yel, bukan berarti hendak melakukan penyerangan”. Ia menambahkan bahwa pada hari Minggu sore itu, para mahasiswa Papua hanya datang kepada Polsekta Abepura meminta untuk segera menangkap para pelaku, bukan untuk melakukan penyerangan balik.
Siaran pers yang digelar di kantor DAP di Expo – Waena itu ditutup dengan penegasan oleh pemfasilitasi (Selpius Bobii). “Konflik di Tanah Papua terjadi hanya demi dua kepentingan, yakni kepentingan ekonomi dan politik. Untuk mencapai dua kepentingan ini Negara Indonesia mengkondisikan Papua dengan menggunakan taktik “Devide Et Impera” – Pecah Belah dan Jajalah. Taktik pecah belah dan jajalah ini dulu dipake oleh Belanda untuk menjajah Indonesia; kini Negara Indonesia menggunakan metode yang sama untuk menjajah bangsa Papua,” ungkap Bobii. Lanjutnya: “Melalui kaki tangan Indonesia (BIN, BAIS, BAKIN, TNI dan POLRI) memainkan scenario tingkat tinggi untuk mengadu domba, baik sesama orang Papua, maupun orang Papua dan amber. Ini lagu lama yang terus dinyanyikan oleh Negara Indonesia melalui kaki tangannya” kata Pemfasilitasi. “Jika hendak menciptakan Papua Tanah Damai, mari kita menghargai sesama manusia, mari kita menciptakan keadilan, mari kita menegakan hukum, jangan memanfaatkan isu tertentu untuk menciptakan konflik baru lagi” Bobii menambahkan.
Pemfasilitasi Siaran Pers (Selpius) berharap bahwa apa yang tegaskan oleh keluarga korban dan Dewan Adat serta Aktifis Indenpen (Usman Yogobi) dapat diperhatikan dan ditindak lanjuti oleh semua pihak demi memulihkan situasi dan kondisi yang mengalami ketegangan di Jayapura selama beberapa hari pasca insiden berdarah di Kamp Kei. “Semoga proses hukum dapat berjalan dengan baik bagi para pelaku agar ada keadilan bagi pihak korban” harapanya.
Demikian kami laporkan jalannya Siaran Pers yang kami fasilitasi di Kantor DAP Expo – Waena yang diliput oleh berbagai media cetak dan electron, antara jam 15.00 s/d 16.00 WPB. Materi siaran persnya kami lampirkan di bawah ini, silahkan diteruskan ke jaringan Anda demi memulihkan keadaan di Jayapura dan memonitoring kasus ini demi keadilan bagi para korban dan demi penegakan hukum dan HAM di Tanah Papua khusnya dan Indonesia pada umumnya.
PERNYATAAN SIKAP BERSAMA KELUARGA KORBAN TRAGEDI BERDARAH DI PASAR LAMA
KAMP KEI- ABEPURA – JAYAPURA – PAPUA
===================================================================================
PRESS RELEASE
SEGERA BERHENTI KEKERASAN FISIK DAN KETIDAK-ADILAN SERTA PELECEHAN OLEH MASYARAKAT MIGRANT (PENDATANG) TERHADAP ORANG PAPUA; JIKA HENDAK HIDUP DI TANAH PAPUA HARGAILAH MASYARAKAT ADAT PAPUA PEMILIK TANAH PAPUA”
“Rentetan insiden berdarah di Tanah Papua telah dilakukan oleh TNI/POLRI. Tragedi berdarah kembali terjadi lagi, namun kali ini aktornya adalah warga sipil Madura-Makasar (pendatang) yang diback up polisi untuk membasmi orang asli Papua. Tragedi berdarah antara masyarakat pendatang (amber) dan para Mahasiswa Papua asal Pegunungan Bintang ini terjadi pada tanggal 28 Mei 201 berawal dari kecelakaan lalu lintas.” Berikut ini nama-nama korbannya, antara lain:
1. Nama : Alpen Amirka
Umu : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa UNCEN semester 4.
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang.
Akibat insiden : luka sobekan akibat dicincang dengan sabit oleh seorang warga migrant di Pasar Lama Kam Kei. Luka sobekan dibagian kanan tulang belikat; luka sobekan 60 jahitan.
2. Nama : Yesman Deall
Umur : 22 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa, kuliah di Jogyakarta, semester 4 (sedang cuti)
Agama : Kristen Protestan
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : Luka sobekan dipukul batu kali oleh seorang Makasar, dan luk sobekan di kepala dibagian kiri di dekat otak kecil. Luka sobekan 7 jahitan, kedalaman luka 5,6 cm.
3. Nama : Yulianus Uropdana, SH
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Baru selesai SI di UNIAP Jayapura; dan rencana ambil S2 di Yogyakarta
Agama : Katolik
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : Luka sobekan dicincang parang di pergelangan tangan kiri, tulang topi ke luar, dan urat-urat terputus. Luka sobekannya 50 jahitan.
4. Nama : Elisa Mimin
Umur : 21 Tahun
Pekerjaan : Mahasiwa STIKOM, semester dua.
Agama : Kristen Protestan
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : luka sobek dicincang parang di pergelangan tangan kiri; dan luka sobek dicincang parang di bagian kanan kepala di dekat otak kecil.
Menurut Alpen (Korban) dan Yesman Deall (Korban), serta temannya mengatakan bahwa sesungguhnya yang bersalah itu abang ojek yang memotog jalan dari arah kanan (jalan masuk dipinggiran kali Acai) yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas, namun beberapa abang ojek dan hampir semua masyarakat migrant (pendatang) yang berdomisili di Kompleks Pasar Lama, lebih khusus laki—laki terlibat dalam pengepungan terhadap para mahasiswa Papua untuk membela masyarakatnya yang bersalah yang telah melarikan diri meninggalkan sepeda motornya pasca kecelakaan lalulintas terjadi.
Menurut ketarangan Yulianus ((korban) bahwa mendengar rentetan tembakan, sdr Yulianus (korban susulan) menghindar dan berdiri dipertigaan Pasar Lama, tiba-tiba masyarakat Migrant mengepung, sementara itu polisi menembak sambil maju ke arah mahasiswa. Yulianus pun heran bahwa masyarakat pendatang (amber) ada kerja sama dengan polisi. Ia pun menanyakan kenapa pada saat itu polisi ada ditempat, namun tidak mengajak para mahasiswa untuk berbicara, malah justru polisi menembak maju bersama dengan masyarakat pendatang mengepung para mahasiswa yang tidak membawa alat tajam, bahkan tidak memegang barang tumpul lainnya – alias tangan kosong. Yulianus menuturkan bahwa ia pun hampir ditembak mati oleh polisi, namun ada seorang anggota polisi yang mengenalnya, datang merangkulnya, maka anggota polisi yang siap menembak itu, tidak menembaknya.
Dipihak masyarakat migrant (pendatang) tidak ada yang korban (munggkin ada, tetapi itu hanya sebatas luka memar), sementara empat mahasiswa asal Pegunungan Bintang berada dalam kondisi kritis akibat serangan membabi buta dari masyarakat pendatang (amber) yang ada di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei.
Mengingat banyak intel yang menyamar menjadi wartawan dan juga banyak intel, serta polisi datang bertanya-tanya sambil memantau ke empat korban tragedi berdarah ini, maka para korban meminta pihak RSUD Abepura untuk rawat jalan saja setelah menjalani perawatan selama dua hari di UGD RSUD Abepura – Jayapura – Papua.
Aparat kepolisian hingga saat ini bersiaga satu dengan senjata lengkap di dua arah jalan, yakni jalan Garuda (jalan masuk Pasar Lama) dan juga siaga satu di Kali Acai, dan juga disiagakan di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei.
Insiden berdarah ini terjadi pembiaran oleh aparat kepolisian untuk mengepung mahasiswa oleh masyarakat pendatang (amber) yang ada di Kompleks Pasar Lama. Justru polisi memback up masyarakat pendatang untuk mengepung para mahasiswa Papua asal Pegunungan Bintang. Berikut ini ada beberapa pertanyaan analisa atas insiden berdarah ini:
1). Mengapa polisi bersembunyi di rumah-rumah warga masyarakat pendatang (migrant) dan bergegas menembakan rentetan peluru setelah masyarakat pendatang membunyikan tiang-tiang listrik sebagai tanda penyerangan kepada para mahasiswa Papua?
2) Mengapa pihak kepolisian bergegas maju bersama masyarakat pendatang (amber) sambil menembak ke arah para Mahasiswa Papua yang (dengan tangan kosong) datang mempertanyakan tragedi berdarah ini dan menanyakan para pelaku?
3) Mengapa polisi tidak mendekati dan diajak bicara dengan para mahasiswa Papua ketika mendatangi ke tempat kejadian, malah sebaliknya para mahasiswa yang tangan kosong dikepung masyarakat migrant (pendatang) diback up polisi dengan menembakkan peluru bertubi-tubi, yang akibatnya dua mahasiswa Papua (Yulianus dan Elisa) menjadi korban susulan pada malam itu?
4) Ada apa dibalik insiden berdarah ini?
Menyikapi tragedi berdarah ini, kami menyatakan dengan tegas bahwa:
1. Kami mengutuk dengan tegas insiden berdarah antara warga migrant di Pasar Lama dan Mahasiswa Papua yang telah mengorbankan empat mahasiswa Papua mengalami luka kritis.
2. Mendesak KAPOLDA Papua segera mengusut tuntas para pelaku penikaman ini.
3. Aparat Kepolisian yang memback up masyarakat migrant (pendatang) Kapolda segera mengusut tuntas dan meminta KAPOLDA memecat mereka karena mereka tidak mampu menjalankan tugas dengan baik, bahkan di depan mata mereka dua mahasiswa Papua mengalami luka berat akibat dicincang (dipotong) dengan parang.
4. Tokoh Masyarakat Papua dan Tokoh Masyarakat Mingrat (pendatang) segera duduk bersama untuk membicarakan kantibmas di Tanah Papua agar ke depan tidak terjadi hal-hal yang tidak ingin bersama.
5. KOMNAS HAM Papua harus menyeriusi masalah ini, karena ini bukan kriminal murni, tetapi pelanggaran HAM.
6. DPRP segera memainkan perannya untuk menghadirkan para Tokoh Masyarakat Papua dan Tokoh Masyarakat Migrant (pendatang) untuk membicarakan kantibmas di Tanah Papua.
7. Informasi yang dihembuskan beberapa hari pasca kejadian bahwa akan ada penyerangan, berita ini dihembuskan oleh orang-orang yang hanya hendak menciptakan konflik di Tanah Papua; kami telah memutuskan di Honai Adat kami pada tanggal 30 Mei 2011 bahwa kami hanya akan mengadakan aksi damai ke DPRP untuk meminta mengusut tuntas kasus ini, karena kasus ini bukan kasus kriminal murni, tetapi kasus ini pelanggaran HAM karena kasus ini diback up pihak kepolisian mengepung para mahasiswa Papua akhirnya dua orang lagi korban susulan (Yulius dan Elisa).
8. Dihimbau kepada masyarakat migrant dan Papua jangan terprovokasi dan menjaga kedamaian di Tanah Papua.
Demikian siaran pers ini dibuat dengan sesungguhnya, harapan kami dapat ditindak-lanjuti oleh semua pihak demi menjaga ketertiban dan keamanan di Tanah Papua.
Jayapura, Rabu, 1 Juni 2011
Keluarga Korban Tragedi Berdarah
Rabu, 01 Juni 2011
Dorkas Dwaramuri Jadi Ketua MRP
Selasa, 31 Mei 2011 | 10:10
[JAYAPURA] Dorkas Dwaramuri, akhirnya terpilih sebagai Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2011-2016. Dorkas yang mewakili unsur perempuan dari Papua Barat, berhasil mengantongi 48 suara, mengalahkan Pdt Herman Saud yang memperoleh 29 suara serta Timotius Murib meraih 28 suara, keduanya dari Papua. Selanjutnya Herman Saud dan Timotius Murib ditetapkan sebagai Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II MRP.
Rapat pleno yang diikuti 73 anggota MRP tersebut, berlangsung cukup alot, dilaksanakan sejak Kamis (23/5), dan baru berhasil memilih Ketua MRP pada Senin petang. Rapat sempat diskorsing sehari (Kamis 23/5) karena tarik menarik soal kandidat calon, namun akhirnya bisa berjalan lancar, dengan dipimpin pimpinan sementara MRP, Joram Wambrauw, Annike Th Sabami dan dan Pdt Hofni Simbiak.
“Dengan pemilihan tersebut, maka Dorkas resmi terpilih sebagai Ketua MRP,” ujar Hofni kepada wartawan usai pemilihan tersebut.
Sementara itu, Anggota MRP Tontji Wolas Krenak mengatakan, pemilihan tersebut berjalan sangat demokratis, tanpa tekanan. Begitu pula terpilihnya Dorkas dari unsur perempuan, sebagai langkah baru bagi MRP untuk mengawal usaha memajukan daerah itu ke depan.
“Sudah saatnya MRP dipimpin perempuan. Kalau Indonesia, pernah punya presiden seorang perempuan Ibu Megawati, kenapa di MRP tidak bisa, nah Ibu Dorkas layak mendapatkan tempat memimpin MRP," kata mantan wartawan Suara Pembaruan ini.
Menurutnya, kepemimpinan perempuan juga akan membawa banyak kesejukan di Tanah Papua, "Kita ingin ada kesejukan di Tanah Papua,"ujarnya.
Sementara itu, Ketua MRP terpilih Dorkas Dwaramuri saat dihubungi SP, Selasa (31/5) pagi, menyatakan senang dan bangga dapat dipilih rakyat untuk memimpin lembaga kultural ini.
"Saya tahu memimpin MRP sangat berat, tapi saya percaya, akan mendapat bantuan dari seluruh anggota MRP, untuk sama-sama memperjuangkan hak-hak rakyat Papua, " ujar perempuan berusia 51 tahun ini.
Ia juga percaya bahwa jalan Tuhan hingga ia terpilih. "Dan Tuhan akan mengirimkan orang lain untuk nembantu saya," katanya.
Ia menilai UU Otonomi Khusus Papua, adalah salah satu kehormatan Bangsa Indonesia terhadap ras Melanesia. "Untuk itu kita yang hidup dengan penuh dengan Bhineka Tunggal Ika ini, harus saling menghormati, dan kami seluruh anggota MRP akan berusaha memperjuangkan hak-hak rakyat Papua yang masih butuh perhatian," ujarnya.
[JAYAPURA] Dorkas Dwaramuri, akhirnya terpilih sebagai Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2011-2016. Dorkas yang mewakili unsur perempuan dari Papua Barat, berhasil mengantongi 48 suara, mengalahkan Pdt Herman Saud yang memperoleh 29 suara serta Timotius Murib meraih 28 suara, keduanya dari Papua. Selanjutnya Herman Saud dan Timotius Murib ditetapkan sebagai Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II MRP.
Rapat pleno yang diikuti 73 anggota MRP tersebut, berlangsung cukup alot, dilaksanakan sejak Kamis (23/5), dan baru berhasil memilih Ketua MRP pada Senin petang. Rapat sempat diskorsing sehari (Kamis 23/5) karena tarik menarik soal kandidat calon, namun akhirnya bisa berjalan lancar, dengan dipimpin pimpinan sementara MRP, Joram Wambrauw, Annike Th Sabami dan dan Pdt Hofni Simbiak.
“Dengan pemilihan tersebut, maka Dorkas resmi terpilih sebagai Ketua MRP,” ujar Hofni kepada wartawan usai pemilihan tersebut.
Sementara itu, Anggota MRP Tontji Wolas Krenak mengatakan, pemilihan tersebut berjalan sangat demokratis, tanpa tekanan. Begitu pula terpilihnya Dorkas dari unsur perempuan, sebagai langkah baru bagi MRP untuk mengawal usaha memajukan daerah itu ke depan.
“Sudah saatnya MRP dipimpin perempuan. Kalau Indonesia, pernah punya presiden seorang perempuan Ibu Megawati, kenapa di MRP tidak bisa, nah Ibu Dorkas layak mendapatkan tempat memimpin MRP," kata mantan wartawan Suara Pembaruan ini.
Menurutnya, kepemimpinan perempuan juga akan membawa banyak kesejukan di Tanah Papua, "Kita ingin ada kesejukan di Tanah Papua,"ujarnya.
Sementara itu, Ketua MRP terpilih Dorkas Dwaramuri saat dihubungi SP, Selasa (31/5) pagi, menyatakan senang dan bangga dapat dipilih rakyat untuk memimpin lembaga kultural ini.
"Saya tahu memimpin MRP sangat berat, tapi saya percaya, akan mendapat bantuan dari seluruh anggota MRP, untuk sama-sama memperjuangkan hak-hak rakyat Papua, " ujar perempuan berusia 51 tahun ini.
Ia juga percaya bahwa jalan Tuhan hingga ia terpilih. "Dan Tuhan akan mengirimkan orang lain untuk nembantu saya," katanya.
Ia menilai UU Otonomi Khusus Papua, adalah salah satu kehormatan Bangsa Indonesia terhadap ras Melanesia. "Untuk itu kita yang hidup dengan penuh dengan Bhineka Tunggal Ika ini, harus saling menghormati, dan kami seluruh anggota MRP akan berusaha memperjuangkan hak-hak rakyat Papua yang masih butuh perhatian," ujarnya.
KRONOLOGIS TRAGEDI BERDARAH DI PASAR LAMA KAMKEI - ABEPURA – JAYAPURA – PAPUA
(Di Laporkan Oleh: Selpius Bobii - Ketua Umum Front PEPERA PB)
=========================================
I. KASUS
“Rentetan insiden berdarah di Tanah Papua telah dilakukan oleh TNI/POLRI. Tragedi berdarah kembali terjadi lagi, namun kali ini aktornya adalah warga sipil Makasar-Madura yang diback up polisi untuk membasmi orang asli Papua. Tragedi berdarah antara masyarakat Madura-Makasar dan Mahasiswa Pegunungan Bintang ini terjadi pada tanggal 28 Mei 201 berawal dari kecelakaan lalu lintas.” Berikut ini kronologisnya.
II. NAMA-NAMA KORBAN, antara lain:
1. Nama : Alpen Amirka
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa UNCEN semester 4.
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang.
Akibat insiden : luka sobekan akibat dicincang dengan sabit oleh seorang warga Madura. Luka sobekan dibagian kanan tulang belikat; luka sobekan 60 jahitan.
2. Nama : Yesman Deall
Umur : 22 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa, kuliah di Jogyakarta, semester 4 (sedang cuti)
Agama : Kristen Protestan
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : Luka sobekan dipukul batu kali oleh seorang Makasar, dan luka sobekan di kepala dibagian kiri di dekat otak kecil. Luka sobekan 7 jahitan, kedalaman luka 5,6 cm.
3. Nama : Yulianus Uropdana, SH
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Baru selesai SI di UNIAP Jayapura; dan rencana ambil S2 di Yogyakarta
Agama : Katolik
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : Luka sobekan dicincang parang di pergelangan tangan kiri, tulang topi
ke luar, dan urat-urat terputus.
4. Nama : Elisa Mimin
Umur : 21 Tahun
Pekerjaan : Mahasiwa STIKOM, semester dua.
Agama : Kristen Protestan
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : luka sobek dicincang parang di pergelangan tangan kiri; dan luka sobek dicincang parang di bagian kanan kepala di dekat otak kecil.
Dikabarkan ada dua mahasiswa juga dibacok, yang satu asal Wamena Lembah dan yang satu lagi asal Sorong. Dikabarkan dirawat di RSUD Dok II, namun setelah kami cek di RSUD Dok II, ternyata keduanya tak ada di tempat. Diperidiksi bahwa kabar ini hanya sebatas isu, (kemungkinan tidak benar). Informasi lain, termasuk nama pelaku akan menyusul. (Foto-foto korban terlampir).
III. KRONOLOGIS INSIDEN BERDARAH
Karena terobsesi ingin menonton Liga Campion, sdr. Yulianus Uropdana (korban bacok) mengajak adik-adiknya berbelanja di Pasar Baru Youtefa pada jam 16.30 WPB. Sdr Yulianus (korban) mengajak tiga orang pergi belanja di Pasar Baru Youtefa menggunakan dua motor. Sdr Yulianus bersama seorang adiknya pulang mendahului ke dua adik yang lain. Yulianus bersama adiknya tiba di asrama Pegunungan Bintang di Kompleks Pasar Lama Kamkei pada jam 17.30 WPB.
Awal insiden terjadi ketika Alpen Amirka bersama temannya yang diboncengi melewati diantara dua mobil; satu mobil Avanza dari arah bawah (pasar baru) dan mobil Carry dari arah atas (pasar lama). Motor Alpen melewatinya di arah kiri jalan di antara kedua mobil, tiba-tiba ada motor dari arah atas (pasar lama) dengan berkecepatan tinggi. Melihat itu, sdr Alpen hendak menaikan gas untuk menghindar, ternyata kedua motor itu pun berbenturan. Alpen bersama teman dan motornya terjatuh, akibatnya Alpen dan temannya luka lecet di lutut dan pergelangan tangan kanan. Sementara abang Madura yang menabrak Alpen Cs tidak terjatuh, hanya motornya yang terjatuh. Insiden tabrakan ini terjadi pada jam 17.30 WPB.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah seorang laki-laki (amber) dengan sikap geram (marah), Alpen mengira bahwa hendak memukulnya, maka Alpen bergegas berdiri dan menampar pipi kanan abang itu. Ternyata tujuan kedatangan abang itu hendak membantu Alpen Cs yang terjatuh. Alpen mengetahui kehendak kedatangan abang itu, maka pada saat itu juga meminta maaf kepada abang itu. Sementara itu, Abang ojek (penabrak) mengeluarkan pisau hendak menikam Alpen Cs. Seorang abang ojek lagi datang menendang sebanyak tiga kali. Disaat itu pula masyarakat yang ada di sekitar Pasar Lama, khususnya Pangkalan Ojek di dekat Kali Acai mengepung kedua saudara (mahasiswa) asal pegunungan bintang ini. Saat itu juga mereka dikepung dari segala arah oleh masyarakat Madura dan Makasar yang ada di sekitar Pangkalan Ojek di Pasar Lama dengan membawa parang, sabit, pisau, batu dan kayu.
Saat dikepung, Alpen menelpon saudara-saudaranya melaporkan insiden dimaksud. Pada saat tabrakan itu sdr. Jesman Deall (korban susulan ke dua) mengendarai motor bersama istrinya dari arah atas (Pasar Lama) hendak pergi ke Pasar Baru membeli ayam potong dan menyaksikan secara seksama kejadian itu.
Segala arah di kepung, maka Alpen melarikan diri bersembunyi di dalam toko pakaian di Pasar Lama. Salah seorang Madura/Makasar datang ditempat persembunyiannya dan menikamnya dari arah belakang. Akibatnya luka sobekan besar di punggung di dekat tulang belikat bagian kanan. Nyawanya terancam, maka disaat itu pula Alpen menyelamatkan diri dengan cara melarikan diri dicela-cela kepungan warga setempat dan tiba di Asrama Pegunungan Bintang pada jam 18.00 WPB.
Insiden berdarah yang bermula dari tabrakan motor dengan motor ini dilaporkan oleh Alpen kepada teman-temannya yang ada di halaman Asrama. Bersama dengan teman-temannya turun ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk menjelaskan kejadian dimaksud kepada rekan-rekan asramanya. Menurut Alpen dan Jesman Deall hampir semua masyarakat Madura Makasar yang ada di Kompleks Pasar Lama, lebih khusus laki—laki terlibat dalam pengepungan itu.
Melihan kejadian mengerikan yang menimpa Alpen, maka Jesman Deall mengejar pelaku penikaman (abang Madura). Jesman menggilnya di Mesjid belakang Pasar Lama dan dia (pelaku) pun datang. Menurut Jesman, ia mengejarnya bukan untuk memukul, akan tetapi berbicara baik dengan dia dan berdamai. Ironisnya Abang pelaku ini memanggil masyarakat Madura dan Makasar yang ada disekitar itu; dan mengepungnya dari segala arah. Jesman bersama istrinya yang sedang hamil tak ada jalan lain untuk menyelamatkan diri. Jesman mengatakan kepada mereka: “bukan saya yang telah terjadi tabrakan, saya hanya bicara baik dengan pelaku dan berdamai saja”. Ungkapan Jesman tidak digubris oleh warga setempat yang mengepungnya. Para masyarakat itu tidak mendengar apa yang dikatakan Jesman dan mereka pun mengepungnya dengan memegang parang, sabit, pisau dan batu.
Salah seorang diantara masyarakat itu mendekati Jesman dan memukulnya dengan menggunakan batu kali di bagian kepala di dekat otak kecil. Jesman pun terjatuh dan pingsang pada jam 17.45 WPB. Disaat itu, istrinya hendak menolong membangunkannya, namun warga lain yang berkenderaan bermotor menabraknya, akhirnya istrinya pun terjatuh. Rombongan masyarakat Madura – Makasar menarik diri meninggalkan Jesman dan istrinya. Setelah sadarkan diri, Jesman terbangun lalu bersama istrinya pergi ke RSUD Abepura untuk mendapatkan perawatan. Luka sobekannya dijahit pada jam 19.25 WPB.
Sementara itu juga sdr. Yanuarius (korban susulan ketiga) menelpon sdr. Alpen karena di hand phonenya terdapat panggilan tiga kali tidak terjawab. Sdr Yanuarius menelpon kembali. Sdr Alpen memberitahu bahwa dirinya dapat dibacok (dicincang) dari seorang abang Madura/Makasar. Sdr Yanuarius pun bergegas menuju ke masyarakat Madura dan Makasar di Pasar Lama Kamp Kei hendak menanyakan kejadian itu. Ia bertanya kepada beberapa orang yang ada di situ, namun mereka tidak memberitahukan kejadian itu. Ada seorang mama memberitahu bahwa terjadi kecelakaan dan pemilik motornya telah kabur.
Disaat gobrol-gobrol dengan mama itu, tiba-tiba ada beberapa mahasiwa asal Pegunungan Bintang muncul setelah melihat dua temannya di RSUD Abepura yang dibacok dua abang asal Madura- Makasar. Mereka tidak menerima kejadian ini. Sekitar 10 orang mahasiswa turun ke Kompleks Pasar Lama hendak menanyakan pelaku. Mengingat situasi kurang kundusif, maka sdr Yanuarius berusaha menghalangi adik-adiknya dan mengajak mereka pulang ke Asrama, namun sebagian adik-adinya yang lain sudah masuk ke Tempat Kejadian. Tak lama kemudian masyarakat Madura –Makasar di Pasar Lama membunyikan tiang listrik sebagai tanda menyerang para mahasiswa itu. Tiba-tiba rentetan tembakan oleh para polisi yang bersembunyi di rumah-rumah warga Pasar Lama ke luar dari kiri dan kanan jalan raya. Bersamaan dengan rentetan penembakan itu, masyarakat Madura-Makasar pun bergerak maju dan ke luar dari lorong-lorong pertokoan diback up oleh polisi mengepung para mahasiswa.
Mendengar rentetan tembakan, sdr Yulianus (korban susulan) menghindar dan berdiri dipertigaan Pasar Lama, tiba-tiba masyarakat Madura-Makasar mengepung sambil polisi menembak maju ke arah mahasiswa. Yulianus pun heran bahwa masyarakat Madura-Makasar ada kerja sama dengan polisi. Ia pun menanyakan kenapa pada saat itu polisi ada ditempat, namun tidak mengajak para mahasiswa untuk berbicara, malah justru polisi menembak maju bersama dengan masyarakat Madura-Makasar. Yulianus menuturkan bahwa ia pun hampir ditembak mati oleh polisi, namun ada seorang anggota polisi yang mengenalnya, datang merangkulnya, maka anggota polisi yang siap menembak itu, tidak menembaknya. Ketika itu juga, sdr Yulianus melarikan diri, namun seorang masyarakat (amber) membacok (mencincang) pergelangan tangan kirinya dengan parang. Sdr Yulianus langsung ke RSUD Abepura untuk mendapat perawatan.
Pada waktu yang bersamaan pula, sdr Elisa Mimin yang tergabung dalam rombongan mahasiswa tadi mendapat kepungan dari segala arah. Ia melihat lima orang bergegas menuju kearah Elisa dan ia pun dibacok (dicincang) dari abang Makasar atau Madura. Ketika itu, ia bersama rekan-rekannya bergerak menuju ke tempat kejadian hendak menanyakan pelaku tanpa membawa alat tajam (tangan kosong). Para mahasiswa itu dikepung dari segala arah oleh masyarakat Kompoleks Pasar Lama dengan membawa parang, sabit, pisau dan batu yang diback up oleh polisi. Disaat seorang makasar/Madura mengayunkan parang di mukanya, Elisa menadanya dengan tangan kiri, akhirnya pergelangan tangan mengalami luka sobek besar. Seketika Elisa bergegas menyelematkan diri, ayunan parang dari seorang Makasar/Madura mengenai kepala bagian kanan di dekat otak kecil. Ia bergegas menghindar dari tempat itu sambil menahan daging kepala yang terkapar ke luar dan memberitahukan kepada polisi yang berada di situ untuk mengantarnya ke RSUD Abepura. Luka sobekan Elisa (korban susulan ke empat) dijahit pada jam 20.00 WPB. Sedangkan sdr. Yulianus (korban susulan ketiga) mendapat perawatan operasi pergelangan tangan kirinya pada hari Minggu tanggal 29 Mei 2011 jam 11.00 WPB.
Elisa menuturkan bahwa ada dua truck diparkirkan di jalan masuk Garuda dan di dekat kali Acai, namun polisinya tidak ada ditempat. Ternyata polisi bersembunyi di rumah-rumah warga Makasar-Madura disiagakan dan membiarkan masyarakat Madura-Makasar menyerangnya, bahkan polisi pun bergerak maju sambil menembak ke arah para mahasiswa bersama orang Madura-Makasar. Sedangkan sdr Yulianus mengatakan bahwa pihak kepolisian terlihat ada kerja sama dengan masyarakat Makasar-Madura karena ketika tiang listrik dibunyikan pada saat itu pula rentetan peluru dikeluarkan oleh polisi dari tempat persembunyian (rumah-rumah warga Makasar-Madura), bahkan polisi pun bergerak maju bersama warga setempat mengepung para mahasiswa. Ia pun menambahkan bahwa ini terjadi pembiaran oleh polisi dan bahkan terlihat ada kerja sama dengan masyarakat Madura-Makasar.
Dipihak masyarakat Madura – Makasar tidak ada yang korban, sementara empat mahasiswa asal Pegunungan Bintang berada dalam kondisi kritis akibat serangan membabi buta dari masyarakat Madura-Makasar yang ada di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei. Sementara ini keempat korban sedang dirawat di UGD RSUD Abepura – Jayapura – Papua.
Aparat kepolisian hingga saat ini bersiaga satu dengan senjata lengkap di dua arah jalan, yakni jalan Garuda (jalan masuk Pasar Lama) dan juga siaga satu di Kali Acai, dan juga disiagakan di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei.
IV. PERTANYAAN ANALISA
Insiden berdarah ini terjadi pembiaran oleh aparat kepolisian untuk mengepung mahasiswa oleh masyarakat Madura-Makasar yang ada di Kompleks Pasar Lama. Justru polisi memback up masyarakat Madura-Makasar untuk mengepung para mahasiswa asal Pegunungan Bintang.
1). Mengapa polisi bersembunyi di rumah-rumah warga Madura-Makasar dan bergegas menembakan rentetan peluru setelah masyarakat Madura-Makasar membunyikan tiang-tiang listrik sebagai tanda penyerangan kepada para mahasiswa?
2) Mengapa pihak kepolisian bergegas maju bersama masyarakat Madura-Makasar sambil menembak ke arah para Mahasiswa yang tidak membawa alat tajam?
3) Mengapa polisi tidak mendekati dan diajak bicara dengan para mahasiswa ketika mendatangi ke tempat kejadian, malah sebaliknya para mahasiswa yang tak punya alat tajam dikepung masyarakat Madura-Makasar diback up polisi dengan menembakkan peluru bertubi-tubi?
4) Ada apa dibalik insiden berdarah ini?
Demikian kronologis peristiwa berdarah yang menimpa empat mahasiswa Papua asal Pegunungan Bintang. Silahkan Anda mengirimkan kronologis ini ke jaringan yang Anda kenal. Sekian dan terima kasih.
“Port Numbay – Papua Permai, Minggu, 29 Mei 2011
“PERSATUAN TANPA BATAS, PERJUANGAN SAMPAI MENANG”
=========================================
I. KASUS
“Rentetan insiden berdarah di Tanah Papua telah dilakukan oleh TNI/POLRI. Tragedi berdarah kembali terjadi lagi, namun kali ini aktornya adalah warga sipil Makasar-Madura yang diback up polisi untuk membasmi orang asli Papua. Tragedi berdarah antara masyarakat Madura-Makasar dan Mahasiswa Pegunungan Bintang ini terjadi pada tanggal 28 Mei 201 berawal dari kecelakaan lalu lintas.” Berikut ini kronologisnya.
II. NAMA-NAMA KORBAN, antara lain:
1. Nama : Alpen Amirka
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa UNCEN semester 4.
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang.
Akibat insiden : luka sobekan akibat dicincang dengan sabit oleh seorang warga Madura. Luka sobekan dibagian kanan tulang belikat; luka sobekan 60 jahitan.
2. Nama : Yesman Deall
Umur : 22 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa, kuliah di Jogyakarta, semester 4 (sedang cuti)
Agama : Kristen Protestan
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : Luka sobekan dipukul batu kali oleh seorang Makasar, dan luka sobekan di kepala dibagian kiri di dekat otak kecil. Luka sobekan 7 jahitan, kedalaman luka 5,6 cm.
3. Nama : Yulianus Uropdana, SH
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Baru selesai SI di UNIAP Jayapura; dan rencana ambil S2 di Yogyakarta
Agama : Katolik
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : Luka sobekan dicincang parang di pergelangan tangan kiri, tulang topi
ke luar, dan urat-urat terputus.
4. Nama : Elisa Mimin
Umur : 21 Tahun
Pekerjaan : Mahasiwa STIKOM, semester dua.
Agama : Kristen Protestan
Asal : Oksibil - Pegunungan Bintang
Akibat Insiden : luka sobek dicincang parang di pergelangan tangan kiri; dan luka sobek dicincang parang di bagian kanan kepala di dekat otak kecil.
Dikabarkan ada dua mahasiswa juga dibacok, yang satu asal Wamena Lembah dan yang satu lagi asal Sorong. Dikabarkan dirawat di RSUD Dok II, namun setelah kami cek di RSUD Dok II, ternyata keduanya tak ada di tempat. Diperidiksi bahwa kabar ini hanya sebatas isu, (kemungkinan tidak benar). Informasi lain, termasuk nama pelaku akan menyusul. (Foto-foto korban terlampir).
III. KRONOLOGIS INSIDEN BERDARAH
Karena terobsesi ingin menonton Liga Campion, sdr. Yulianus Uropdana (korban bacok) mengajak adik-adiknya berbelanja di Pasar Baru Youtefa pada jam 16.30 WPB. Sdr Yulianus (korban) mengajak tiga orang pergi belanja di Pasar Baru Youtefa menggunakan dua motor. Sdr Yulianus bersama seorang adiknya pulang mendahului ke dua adik yang lain. Yulianus bersama adiknya tiba di asrama Pegunungan Bintang di Kompleks Pasar Lama Kamkei pada jam 17.30 WPB.
Awal insiden terjadi ketika Alpen Amirka bersama temannya yang diboncengi melewati diantara dua mobil; satu mobil Avanza dari arah bawah (pasar baru) dan mobil Carry dari arah atas (pasar lama). Motor Alpen melewatinya di arah kiri jalan di antara kedua mobil, tiba-tiba ada motor dari arah atas (pasar lama) dengan berkecepatan tinggi. Melihat itu, sdr Alpen hendak menaikan gas untuk menghindar, ternyata kedua motor itu pun berbenturan. Alpen bersama teman dan motornya terjatuh, akibatnya Alpen dan temannya luka lecet di lutut dan pergelangan tangan kanan. Sementara abang Madura yang menabrak Alpen Cs tidak terjatuh, hanya motornya yang terjatuh. Insiden tabrakan ini terjadi pada jam 17.30 WPB.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah seorang laki-laki (amber) dengan sikap geram (marah), Alpen mengira bahwa hendak memukulnya, maka Alpen bergegas berdiri dan menampar pipi kanan abang itu. Ternyata tujuan kedatangan abang itu hendak membantu Alpen Cs yang terjatuh. Alpen mengetahui kehendak kedatangan abang itu, maka pada saat itu juga meminta maaf kepada abang itu. Sementara itu, Abang ojek (penabrak) mengeluarkan pisau hendak menikam Alpen Cs. Seorang abang ojek lagi datang menendang sebanyak tiga kali. Disaat itu pula masyarakat yang ada di sekitar Pasar Lama, khususnya Pangkalan Ojek di dekat Kali Acai mengepung kedua saudara (mahasiswa) asal pegunungan bintang ini. Saat itu juga mereka dikepung dari segala arah oleh masyarakat Madura dan Makasar yang ada di sekitar Pangkalan Ojek di Pasar Lama dengan membawa parang, sabit, pisau, batu dan kayu.
Saat dikepung, Alpen menelpon saudara-saudaranya melaporkan insiden dimaksud. Pada saat tabrakan itu sdr. Jesman Deall (korban susulan ke dua) mengendarai motor bersama istrinya dari arah atas (Pasar Lama) hendak pergi ke Pasar Baru membeli ayam potong dan menyaksikan secara seksama kejadian itu.
Segala arah di kepung, maka Alpen melarikan diri bersembunyi di dalam toko pakaian di Pasar Lama. Salah seorang Madura/Makasar datang ditempat persembunyiannya dan menikamnya dari arah belakang. Akibatnya luka sobekan besar di punggung di dekat tulang belikat bagian kanan. Nyawanya terancam, maka disaat itu pula Alpen menyelamatkan diri dengan cara melarikan diri dicela-cela kepungan warga setempat dan tiba di Asrama Pegunungan Bintang pada jam 18.00 WPB.
Insiden berdarah yang bermula dari tabrakan motor dengan motor ini dilaporkan oleh Alpen kepada teman-temannya yang ada di halaman Asrama. Bersama dengan teman-temannya turun ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk menjelaskan kejadian dimaksud kepada rekan-rekan asramanya. Menurut Alpen dan Jesman Deall hampir semua masyarakat Madura Makasar yang ada di Kompleks Pasar Lama, lebih khusus laki—laki terlibat dalam pengepungan itu.
Melihan kejadian mengerikan yang menimpa Alpen, maka Jesman Deall mengejar pelaku penikaman (abang Madura). Jesman menggilnya di Mesjid belakang Pasar Lama dan dia (pelaku) pun datang. Menurut Jesman, ia mengejarnya bukan untuk memukul, akan tetapi berbicara baik dengan dia dan berdamai. Ironisnya Abang pelaku ini memanggil masyarakat Madura dan Makasar yang ada disekitar itu; dan mengepungnya dari segala arah. Jesman bersama istrinya yang sedang hamil tak ada jalan lain untuk menyelamatkan diri. Jesman mengatakan kepada mereka: “bukan saya yang telah terjadi tabrakan, saya hanya bicara baik dengan pelaku dan berdamai saja”. Ungkapan Jesman tidak digubris oleh warga setempat yang mengepungnya. Para masyarakat itu tidak mendengar apa yang dikatakan Jesman dan mereka pun mengepungnya dengan memegang parang, sabit, pisau dan batu.
Salah seorang diantara masyarakat itu mendekati Jesman dan memukulnya dengan menggunakan batu kali di bagian kepala di dekat otak kecil. Jesman pun terjatuh dan pingsang pada jam 17.45 WPB. Disaat itu, istrinya hendak menolong membangunkannya, namun warga lain yang berkenderaan bermotor menabraknya, akhirnya istrinya pun terjatuh. Rombongan masyarakat Madura – Makasar menarik diri meninggalkan Jesman dan istrinya. Setelah sadarkan diri, Jesman terbangun lalu bersama istrinya pergi ke RSUD Abepura untuk mendapatkan perawatan. Luka sobekannya dijahit pada jam 19.25 WPB.
Sementara itu juga sdr. Yanuarius (korban susulan ketiga) menelpon sdr. Alpen karena di hand phonenya terdapat panggilan tiga kali tidak terjawab. Sdr Yanuarius menelpon kembali. Sdr Alpen memberitahu bahwa dirinya dapat dibacok (dicincang) dari seorang abang Madura/Makasar. Sdr Yanuarius pun bergegas menuju ke masyarakat Madura dan Makasar di Pasar Lama Kamp Kei hendak menanyakan kejadian itu. Ia bertanya kepada beberapa orang yang ada di situ, namun mereka tidak memberitahukan kejadian itu. Ada seorang mama memberitahu bahwa terjadi kecelakaan dan pemilik motornya telah kabur.
Disaat gobrol-gobrol dengan mama itu, tiba-tiba ada beberapa mahasiwa asal Pegunungan Bintang muncul setelah melihat dua temannya di RSUD Abepura yang dibacok dua abang asal Madura- Makasar. Mereka tidak menerima kejadian ini. Sekitar 10 orang mahasiswa turun ke Kompleks Pasar Lama hendak menanyakan pelaku. Mengingat situasi kurang kundusif, maka sdr Yanuarius berusaha menghalangi adik-adiknya dan mengajak mereka pulang ke Asrama, namun sebagian adik-adinya yang lain sudah masuk ke Tempat Kejadian. Tak lama kemudian masyarakat Madura –Makasar di Pasar Lama membunyikan tiang listrik sebagai tanda menyerang para mahasiswa itu. Tiba-tiba rentetan tembakan oleh para polisi yang bersembunyi di rumah-rumah warga Pasar Lama ke luar dari kiri dan kanan jalan raya. Bersamaan dengan rentetan penembakan itu, masyarakat Madura-Makasar pun bergerak maju dan ke luar dari lorong-lorong pertokoan diback up oleh polisi mengepung para mahasiswa.
Mendengar rentetan tembakan, sdr Yulianus (korban susulan) menghindar dan berdiri dipertigaan Pasar Lama, tiba-tiba masyarakat Madura-Makasar mengepung sambil polisi menembak maju ke arah mahasiswa. Yulianus pun heran bahwa masyarakat Madura-Makasar ada kerja sama dengan polisi. Ia pun menanyakan kenapa pada saat itu polisi ada ditempat, namun tidak mengajak para mahasiswa untuk berbicara, malah justru polisi menembak maju bersama dengan masyarakat Madura-Makasar. Yulianus menuturkan bahwa ia pun hampir ditembak mati oleh polisi, namun ada seorang anggota polisi yang mengenalnya, datang merangkulnya, maka anggota polisi yang siap menembak itu, tidak menembaknya. Ketika itu juga, sdr Yulianus melarikan diri, namun seorang masyarakat (amber) membacok (mencincang) pergelangan tangan kirinya dengan parang. Sdr Yulianus langsung ke RSUD Abepura untuk mendapat perawatan.
Pada waktu yang bersamaan pula, sdr Elisa Mimin yang tergabung dalam rombongan mahasiswa tadi mendapat kepungan dari segala arah. Ia melihat lima orang bergegas menuju kearah Elisa dan ia pun dibacok (dicincang) dari abang Makasar atau Madura. Ketika itu, ia bersama rekan-rekannya bergerak menuju ke tempat kejadian hendak menanyakan pelaku tanpa membawa alat tajam (tangan kosong). Para mahasiswa itu dikepung dari segala arah oleh masyarakat Kompoleks Pasar Lama dengan membawa parang, sabit, pisau dan batu yang diback up oleh polisi. Disaat seorang makasar/Madura mengayunkan parang di mukanya, Elisa menadanya dengan tangan kiri, akhirnya pergelangan tangan mengalami luka sobek besar. Seketika Elisa bergegas menyelematkan diri, ayunan parang dari seorang Makasar/Madura mengenai kepala bagian kanan di dekat otak kecil. Ia bergegas menghindar dari tempat itu sambil menahan daging kepala yang terkapar ke luar dan memberitahukan kepada polisi yang berada di situ untuk mengantarnya ke RSUD Abepura. Luka sobekan Elisa (korban susulan ke empat) dijahit pada jam 20.00 WPB. Sedangkan sdr. Yulianus (korban susulan ketiga) mendapat perawatan operasi pergelangan tangan kirinya pada hari Minggu tanggal 29 Mei 2011 jam 11.00 WPB.
Elisa menuturkan bahwa ada dua truck diparkirkan di jalan masuk Garuda dan di dekat kali Acai, namun polisinya tidak ada ditempat. Ternyata polisi bersembunyi di rumah-rumah warga Makasar-Madura disiagakan dan membiarkan masyarakat Madura-Makasar menyerangnya, bahkan polisi pun bergerak maju sambil menembak ke arah para mahasiswa bersama orang Madura-Makasar. Sedangkan sdr Yulianus mengatakan bahwa pihak kepolisian terlihat ada kerja sama dengan masyarakat Makasar-Madura karena ketika tiang listrik dibunyikan pada saat itu pula rentetan peluru dikeluarkan oleh polisi dari tempat persembunyian (rumah-rumah warga Makasar-Madura), bahkan polisi pun bergerak maju bersama warga setempat mengepung para mahasiswa. Ia pun menambahkan bahwa ini terjadi pembiaran oleh polisi dan bahkan terlihat ada kerja sama dengan masyarakat Madura-Makasar.
Dipihak masyarakat Madura – Makasar tidak ada yang korban, sementara empat mahasiswa asal Pegunungan Bintang berada dalam kondisi kritis akibat serangan membabi buta dari masyarakat Madura-Makasar yang ada di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei. Sementara ini keempat korban sedang dirawat di UGD RSUD Abepura – Jayapura – Papua.
Aparat kepolisian hingga saat ini bersiaga satu dengan senjata lengkap di dua arah jalan, yakni jalan Garuda (jalan masuk Pasar Lama) dan juga siaga satu di Kali Acai, dan juga disiagakan di Kompleks Pasar Lama Kamp Kei.
IV. PERTANYAAN ANALISA
Insiden berdarah ini terjadi pembiaran oleh aparat kepolisian untuk mengepung mahasiswa oleh masyarakat Madura-Makasar yang ada di Kompleks Pasar Lama. Justru polisi memback up masyarakat Madura-Makasar untuk mengepung para mahasiswa asal Pegunungan Bintang.
1). Mengapa polisi bersembunyi di rumah-rumah warga Madura-Makasar dan bergegas menembakan rentetan peluru setelah masyarakat Madura-Makasar membunyikan tiang-tiang listrik sebagai tanda penyerangan kepada para mahasiswa?
2) Mengapa pihak kepolisian bergegas maju bersama masyarakat Madura-Makasar sambil menembak ke arah para Mahasiswa yang tidak membawa alat tajam?
3) Mengapa polisi tidak mendekati dan diajak bicara dengan para mahasiswa ketika mendatangi ke tempat kejadian, malah sebaliknya para mahasiswa yang tak punya alat tajam dikepung masyarakat Madura-Makasar diback up polisi dengan menembakkan peluru bertubi-tubi?
4) Ada apa dibalik insiden berdarah ini?
Demikian kronologis peristiwa berdarah yang menimpa empat mahasiswa Papua asal Pegunungan Bintang. Silahkan Anda mengirimkan kronologis ini ke jaringan yang Anda kenal. Sekian dan terima kasih.
“Port Numbay – Papua Permai, Minggu, 29 Mei 2011
“PERSATUAN TANPA BATAS, PERJUANGAN SAMPAI MENANG”
RIWAYAT HIDUP MARTHEN LUTHER
(Sebuah Ringkasan)
Marthen Luther adalah anak seorang petani. Ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya Margaretha Lindemann. Marthen lahir pada 10 November 1483 menjelang tengah malam di Longestrasse tempat dimana mereka tinggal. Keesokan harinya, Ia dipabtis di gereja Petrus. Dalam usianya yang masih enam bulan orang tuanya membawa dia pindah ke Mansjeld.
Ketika ia berumur 7 tahun, ayahnya membawa dia ke sekolah. Ia tidak menikmati pendidikan dengan baik sebab guru-gurunya tidak mengajar dengan baik sementara itu hukuman yang mereka dapatkan sangat keras. Marthen yang kecil itu pernah dipukul gurunya 15 kali. Walaupun demikian pengalaman yang buruk itu diterimanya, karena baginya dibalik pengalaman itu ada hal indah yang disiapkan Tuhan bagi dia. Makanya ia pernah berkata bahwa “disamping tongkat pemukul ada terletak buah apel”. Kenangan terindah dimasa sekolahnya adalah ia sering digendong oleh salah seorang sahabatnya yang lebih tua ke sekolah karena jalanan penuh dengan lumpur. Ucapan terima kasih ia sampaikan saat ia berusia 50 tahun. Ia mengadiahkan sebuah Alkitab yang didalamnya tertulis “kepada Nikolas Vanler sahabat lama saya yang baik, yang telah sering mendukung saya pulang pergi sekolah”. Sahabatnya itu belakangan menjadi iparnya.
Marthen masuk kuliah pada tahun 1501 di sebuah universitas di kota Erfurt Jerman. Ia mengambil jurusan hukum. Universitas itu cukup maju pada samannya, sehingga setiap tahunnya sekitar 400 mahasiswa mendaftarkan diri.
Biara adalah tempat studi dia yang lainnya. Ia sangat senang mengikuti kuliah-kuliah disana. Suatau ketika ia mengambil cuti dan pulang ke orang tuanya selama sepuluh hari di Mansfeld. Sepulang dari orang tuanya, kepala biara menyuruhnya ke Roma untuk mengajar pada univeritas yang baru dibuka disana pada fakultas Artes. Setelah 5 bulan disana ia kembali lalu merencanakan masa depan hidupnya. Saat ia merencanakan masa depannya itulah, ia mengucapkan janji bahwa ia akan membela kebenaran Firman Allah melalui tulisan dan kata sepanjang hidupnya.
Suatu hari, Marthen memandang pekarangan di biara itu di mana di salah satu sudutnya berdiri pohon Peer. Tiba-tiba ia teringat kepada Staupitz bekas gurunya yang selalu menguatkan dan menghibur dirinya dengan kata-kata “nantikanlah Allah, Ia akan menolongmu”. Di bawah pohon itulah ia selalu mencurahkan isi hatinya kepada gurunya itu.
Pada tanggal 27 Juni 1519 perdebatan antara Luther dan Eck dimulai. Pada 14 Juli ia tampil menyatakan dalil-dalilnya. Seorang saksi mata mengatakan bahwa Eck lebih menyerupai seorang tukang daging sebaliknya Luther adalah seorang ahli teologia. Marthe seorang kurus karena berbagai kesukaran dan studinya. Perdebatan anatar keduanya berlangsung selama 10 hari. Pokok utama perdebatan mereka tentang “Primat Paus”, intinya tafsiran dari Matius 16:18. Menurut Eck yang dimaksud dengan “batu karang” dalam teks itu adalah Kristus sendiri, ia akan mendirikan jemaatnya yakni Petrus dan semua pengantinya. Sementara menurut Luther itu adalah pengakuan iman yang diucapkan Petrus atas dirinya sendiri.
Perdebatan-perdebatan selanjutnya menyangkut kekuasaan Paus dan keputusan-keputusan konsili. Luther tetap pada pendiriannya bahwa dalam urusan iman, kitab sucilah yang berkuasa. Baik Paus maupun konsili tidak bisa bertindak sebagai pemeberi keputusan terakhir, sebab setiap orang boleh naik banding kepada pernyataan Allah dalam Alkitab.
Tulisannya yang Penting
Pada tahun 1520 Luther menulis tiga hal yang penting dari seluruh karya hidupnya. Tulisan itu berjudul “Kepada kaum bangsawan Kristen bangsa Jerman, tentang perbaikan masyarakat Kristen”. Isinya ia berbicara tentang bahaya yang ditimbulkan dari kekuasaan tertinggi Paus dan tentang kesukaran-kesukaran rakyat Jerman, baik secara kemasyarakatan maupun secara kerohanian.
Tiga tembok telah didirikan oleh ahli-ahli politik gereja Roma, Yakni:
1. Pernyataan mereka bahwa kekuasaa gerejani adalah diatas kekuasaan duniawi, juga dalam soal-soal kemasyarakatan
2. Pendapat bahwa hanya Paus saja yang dapat menafirkan kitab suci
3. Anggapan bahwa hanya Paus saja yang mempuyai hak untuk memanggil berkumpul untuk satu konsili.
Tembok-tembok itu telah diruntuhkan oleh marthen Luther. Ia mengajak Kaisar dan raja-raja untuk berjuang, sebab mereka sebagai anggota-anggota gereja, berdasarkan imamat orang-orang percaya, berhak menangani hal pembaharuan gereja. Dia dengan jelas menunjukan dalam hal-hal mana perlu diadakan perubahan. Seruhannya, jika rakyat Kristen Jerman hendak menuju kepada suatu kehidupan yang bebas dan bahagia perhatikan bahwa hampir tidak masuk diakal, bagaimana seorang yang sebenarnya sedikit bergerak dalam kehidupan umum, sekonyong-konyong mempunyai pandangan yang begitu tajam dan hampir menyeluruh dengan persoalan-persoalan rakyat dalam terang injil. Tetapi di awal tulisannya yang kuat dan berkiblat politik ini ada azas teologi dan religious yang merupakan taruhan perjuangannya. Menurutnya, semua orang Kristen adalah sungguh-sungguh anggota dari kaum rohani awam. Tidak ada golongan tersendiri, tidak ada imam-imam yang mempunyai hak-hak istimewa yang tertentu dalam gereja dan masyarakat.
Seorang Paus dan Uskup tidak lebih kedudukannya dengan imam yang paling rendah dan ia tidak lebih kedudukannya dari seorang Kristen sederhana, sekalipun itu perempuan dan anak-anak. Sebab jabatana pemberitaan rahmat itu diserahkan kepada semua orang percaya. Seorang pemberita injil melakukan jabatan ini sebagai wakil; tetapi itu dilakukan berdasarkan imamat orang-orang percaya.
Luther juga memprotes anggapan-anggapan Roma mengenai sakramen-sakramen dan menunjukan bahwa tidak ada tujuh sakramen seperti yang diajarkan gereja Roma saat itu. ia berkata bahwa sakramen yang ada hanya sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus. Pengakuan dosa-dosa sebenarnya tidak dapat digolongkan ke dalam sakramen-sakramen karena padanya tidak ada tanda yang kelihatan yang diberikan Allah. Menurutnya, ketujuh sakramen dari gereja Roma itu adalah tujuh mata rantai dari suatu rantai yang dipakai Paus untuk menawan hidup orang-orang percaya dari lahir sampai ke liang kubur.
Pada tahun 1520 ia menulis sebuah buku yang termasyur berjudul “Kebebasan Seorang Kristen”. Tulisannya ini bertitik tolak dari I Korintus 9:19. Thema amanat yang disampaikanya kepada dunia beriktisar dalam dua perkataan: Iman dan Cinta Kasih.
Akhirnya, ada perkataan menarik yang pernah disampaikannya yakni “kalau saya marah, saya paling kuat. Darah saya menjadi segar dan paham saya dipertajam”.
by. Naftali Edoway
Marthen Luther adalah anak seorang petani. Ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya Margaretha Lindemann. Marthen lahir pada 10 November 1483 menjelang tengah malam di Longestrasse tempat dimana mereka tinggal. Keesokan harinya, Ia dipabtis di gereja Petrus. Dalam usianya yang masih enam bulan orang tuanya membawa dia pindah ke Mansjeld.
Ketika ia berumur 7 tahun, ayahnya membawa dia ke sekolah. Ia tidak menikmati pendidikan dengan baik sebab guru-gurunya tidak mengajar dengan baik sementara itu hukuman yang mereka dapatkan sangat keras. Marthen yang kecil itu pernah dipukul gurunya 15 kali. Walaupun demikian pengalaman yang buruk itu diterimanya, karena baginya dibalik pengalaman itu ada hal indah yang disiapkan Tuhan bagi dia. Makanya ia pernah berkata bahwa “disamping tongkat pemukul ada terletak buah apel”. Kenangan terindah dimasa sekolahnya adalah ia sering digendong oleh salah seorang sahabatnya yang lebih tua ke sekolah karena jalanan penuh dengan lumpur. Ucapan terima kasih ia sampaikan saat ia berusia 50 tahun. Ia mengadiahkan sebuah Alkitab yang didalamnya tertulis “kepada Nikolas Vanler sahabat lama saya yang baik, yang telah sering mendukung saya pulang pergi sekolah”. Sahabatnya itu belakangan menjadi iparnya.
Marthen masuk kuliah pada tahun 1501 di sebuah universitas di kota Erfurt Jerman. Ia mengambil jurusan hukum. Universitas itu cukup maju pada samannya, sehingga setiap tahunnya sekitar 400 mahasiswa mendaftarkan diri.
Biara adalah tempat studi dia yang lainnya. Ia sangat senang mengikuti kuliah-kuliah disana. Suatau ketika ia mengambil cuti dan pulang ke orang tuanya selama sepuluh hari di Mansfeld. Sepulang dari orang tuanya, kepala biara menyuruhnya ke Roma untuk mengajar pada univeritas yang baru dibuka disana pada fakultas Artes. Setelah 5 bulan disana ia kembali lalu merencanakan masa depan hidupnya. Saat ia merencanakan masa depannya itulah, ia mengucapkan janji bahwa ia akan membela kebenaran Firman Allah melalui tulisan dan kata sepanjang hidupnya.
Suatu hari, Marthen memandang pekarangan di biara itu di mana di salah satu sudutnya berdiri pohon Peer. Tiba-tiba ia teringat kepada Staupitz bekas gurunya yang selalu menguatkan dan menghibur dirinya dengan kata-kata “nantikanlah Allah, Ia akan menolongmu”. Di bawah pohon itulah ia selalu mencurahkan isi hatinya kepada gurunya itu.
Pada tanggal 27 Juni 1519 perdebatan antara Luther dan Eck dimulai. Pada 14 Juli ia tampil menyatakan dalil-dalilnya. Seorang saksi mata mengatakan bahwa Eck lebih menyerupai seorang tukang daging sebaliknya Luther adalah seorang ahli teologia. Marthe seorang kurus karena berbagai kesukaran dan studinya. Perdebatan anatar keduanya berlangsung selama 10 hari. Pokok utama perdebatan mereka tentang “Primat Paus”, intinya tafsiran dari Matius 16:18. Menurut Eck yang dimaksud dengan “batu karang” dalam teks itu adalah Kristus sendiri, ia akan mendirikan jemaatnya yakni Petrus dan semua pengantinya. Sementara menurut Luther itu adalah pengakuan iman yang diucapkan Petrus atas dirinya sendiri.
Perdebatan-perdebatan selanjutnya menyangkut kekuasaan Paus dan keputusan-keputusan konsili. Luther tetap pada pendiriannya bahwa dalam urusan iman, kitab sucilah yang berkuasa. Baik Paus maupun konsili tidak bisa bertindak sebagai pemeberi keputusan terakhir, sebab setiap orang boleh naik banding kepada pernyataan Allah dalam Alkitab.
Tulisannya yang Penting
Pada tahun 1520 Luther menulis tiga hal yang penting dari seluruh karya hidupnya. Tulisan itu berjudul “Kepada kaum bangsawan Kristen bangsa Jerman, tentang perbaikan masyarakat Kristen”. Isinya ia berbicara tentang bahaya yang ditimbulkan dari kekuasaan tertinggi Paus dan tentang kesukaran-kesukaran rakyat Jerman, baik secara kemasyarakatan maupun secara kerohanian.
Tiga tembok telah didirikan oleh ahli-ahli politik gereja Roma, Yakni:
1. Pernyataan mereka bahwa kekuasaa gerejani adalah diatas kekuasaan duniawi, juga dalam soal-soal kemasyarakatan
2. Pendapat bahwa hanya Paus saja yang dapat menafirkan kitab suci
3. Anggapan bahwa hanya Paus saja yang mempuyai hak untuk memanggil berkumpul untuk satu konsili.
Tembok-tembok itu telah diruntuhkan oleh marthen Luther. Ia mengajak Kaisar dan raja-raja untuk berjuang, sebab mereka sebagai anggota-anggota gereja, berdasarkan imamat orang-orang percaya, berhak menangani hal pembaharuan gereja. Dia dengan jelas menunjukan dalam hal-hal mana perlu diadakan perubahan. Seruhannya, jika rakyat Kristen Jerman hendak menuju kepada suatu kehidupan yang bebas dan bahagia perhatikan bahwa hampir tidak masuk diakal, bagaimana seorang yang sebenarnya sedikit bergerak dalam kehidupan umum, sekonyong-konyong mempunyai pandangan yang begitu tajam dan hampir menyeluruh dengan persoalan-persoalan rakyat dalam terang injil. Tetapi di awal tulisannya yang kuat dan berkiblat politik ini ada azas teologi dan religious yang merupakan taruhan perjuangannya. Menurutnya, semua orang Kristen adalah sungguh-sungguh anggota dari kaum rohani awam. Tidak ada golongan tersendiri, tidak ada imam-imam yang mempunyai hak-hak istimewa yang tertentu dalam gereja dan masyarakat.
Seorang Paus dan Uskup tidak lebih kedudukannya dengan imam yang paling rendah dan ia tidak lebih kedudukannya dari seorang Kristen sederhana, sekalipun itu perempuan dan anak-anak. Sebab jabatana pemberitaan rahmat itu diserahkan kepada semua orang percaya. Seorang pemberita injil melakukan jabatan ini sebagai wakil; tetapi itu dilakukan berdasarkan imamat orang-orang percaya.
Luther juga memprotes anggapan-anggapan Roma mengenai sakramen-sakramen dan menunjukan bahwa tidak ada tujuh sakramen seperti yang diajarkan gereja Roma saat itu. ia berkata bahwa sakramen yang ada hanya sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus. Pengakuan dosa-dosa sebenarnya tidak dapat digolongkan ke dalam sakramen-sakramen karena padanya tidak ada tanda yang kelihatan yang diberikan Allah. Menurutnya, ketujuh sakramen dari gereja Roma itu adalah tujuh mata rantai dari suatu rantai yang dipakai Paus untuk menawan hidup orang-orang percaya dari lahir sampai ke liang kubur.
Pada tahun 1520 ia menulis sebuah buku yang termasyur berjudul “Kebebasan Seorang Kristen”. Tulisannya ini bertitik tolak dari I Korintus 9:19. Thema amanat yang disampaikanya kepada dunia beriktisar dalam dua perkataan: Iman dan Cinta Kasih.
Akhirnya, ada perkataan menarik yang pernah disampaikannya yakni “kalau saya marah, saya paling kuat. Darah saya menjadi segar dan paham saya dipertajam”.
by. Naftali Edoway
PIMPINAN GEREJA-GEREJA DI TANAH PAPUA PERNYATAAN PERS
Tetapi jawab Yesus” Pada petang hari karena langit merah kamu berkata: hari akan cerah, dan pada pagi hari karena langit merah kamu berkata: hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda jaman tidak…. (Matius 16:2-3)
Menjalani dan mengamati kekerasan, ketegangan dan trauma yang dialami umat beberapa bulan dan hari terakhir ini dalam suasana Paskah, kami menghimbau semua pihak agar, tetap menghormati dan memelihara kesepakatan awal untuk menjaga tanah Papua sebagai Papua Tanah Damai.
Kami melihat Lembaga keamanan Negara menunjukkan tanda-tanda dan perhatian untuk mengangkat tema “Papua Tanah Damai”, Damai itu indah, kasih itu indah” dll belakangan ini. Akan tetapi, amat disayangkan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan lembaga tsb tersebut hanya berhenti di seputar wacana-wacana indah di spanduk-spanduk, di depan lembaga- lembaga keamanan atau di jalan masuk pusat pemukiman atau perkantoran. Dalam suasana Paskah ini kami mengajak umat untuk menyimak kekerasan-kekerasan berikut ini yang bertentangan dengan kata-kata indah tentang perdamaian di spanduk-spanduk tadi:
• 30 Mei-2 Juni 2010, Anggen Pugu/Tunaliwor Kiwo bersama Telengga Gire mengalami penyiksaan oleh Anggota TNI di Post Kwanggok Nalime Kampung Yogorini Distrik Tingginambut.
• Pada 15 September 2010 sekitar pukul 18.30 Waktu Papua Brimob dari Kompi C tanpa memberikan arahan dan peringatan melakukan penembakan terhadap dua orang korban warga sipil masing-masing Naftali Kwan berusia 50 tahun dan Sepinus Kwan berusia 40 tahunserta satu (1) orang perempuan Arfonika Kwan mengalami kecelakaan (patah kaki dan tulang pinggul) akibat terpelosok jatuh ke jurang saat berlari dikegelapan malam menghindari aparat.
• Pencoretan nama-nama anggota MRP terpilih: almarhum Agus Alua dan Ibu Hannah Hikoyabi, awal April 2011
• Penembakan terhadap 2 orang warga di Dogiyai dan penyisiran terhadap masyarakat di sekitarnya dalam rangka melindungi sang Bandar togel: Mardi Marpaung Kapolsek Dogiyai
• Isu TNI POLRI akan melakukan latihan Gabungan di Pegunungan Tengah
• Penganiyaan dan pembunuhan terhadap Derek Adii di Nabire pada tanggal 14 Mei
• Penikaman terhadap Gerald Pangkali di depan Korem oleh 2 orang anggota TNI Waena, 18 Mei
• Penanganan terhadap kekerasan di Abepura yang berpihak kepada pelaku kekerasan (pendatang) bukan kepada korban 29 Mei
Kekerasan demikian yang terus dilakukan sambil menyibukkan diri memasang spanduk tadi, pertama, kami lihat sebagai upaya-upaya lembaga Negara untuk memelihara budaya “Pembohongan Publik” yang sering dikemukakan oleh pimpinan lintas agama di Jawa. Budaya “bicara lain main lain” terus dipelihara. Dengan semangat kebangkitan Kristus, mari kita hentikan budaya “pembohongan public” tadi.
Kedua, kekerasan demikian yang terus dilakukan oleh lembaga Negara ini, kami lihat sebagai siasat untuk meradikalisasi (membuat orang Papua bertambah radikal) atau menyuburkan aspirasi Papua merdeka di kalangan masyarakat Papua, yang kemudian bisa mereka pakai sebagai alasan untuk menangkap dan membunuh orang Papua. Di sini, Lembaga keamanan negara berperan sebagai penabur benih “aspirasi Papua merdeka” dengan pendekatan kekerasan yang terus-menerus; dan kemudian mereka sendiri tampil sebagai “penikmat” apa yang telah mereka tabur. Mereka menuai benih-benih kebencian yang ditanam, karena ujung-ujungnya akan melahirkan separatism yang kemudian menjadi “surat ijin” untuk operasi keamanan” yang sekaligus menjadi sarana untuk mempercepat kenaikan pangkat.
Ketiga, kami melihat maraknya “spanduk kasih itu damai”, dll atau kegiatan ibadah seperti KKR atau penyelenggaraan Paskah Nasional dll yang mendatangkan pembicara dari pusat hanya sebagai upaya berbagai pihak untuk menyembunyikan wajah kekerasan negara yang telah ditunjukkan di atas.
Mari kita simak kata-kata seorang keluarga korban,
Di Indonesia, ada banyak hal yang bisa dirayakan sejak reformasi demokratis bulan Mei 1998. Kebanyakan orang Indonesia sekarang lebih bebas di bawah Presiden SBY dibandingkan dengan di bawah system demokrasi terpimpin dari Soekarno atau Orde baru dari Suharto. Tetapi banyak orang Papua seperti saya, resim pemerintahan lama masih hidup. Indonesia belum mewujudkan janji demokrasi dan hak-hak asasi manusia dari semua warga negaranya.
Kepada umat kami ingatkan bahwa kita masih dalam suasana paskah, karena itu kami mengajak umat untuk melihat catatan ini dan perkembangan di atas sebagai “tanda-tanda jaman”. Mari kita bangun. Tidak hanyut dalam permainan kekuatan-kekuatan desktruktif. Dengarlah Firman Tuhan, Janganlah kamu serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”. (Roma 12:2)
Kiranya Tuhan Gembala kita menyertai kita memberi kekuatan untuk kita bersama mencermati keadaan ini dan bangkit memperjuangkan Papua tanah yang damai, yang telah kita sepakati bersama.
Jayapura 1 Juni 2011
Ketua Sinode Gereja Kristen Injili di Tanah Papua
Pdt. Elly Doirebo STh.MM MM
Sinode Kingmi di Tanah Papua
Pdt. Benny Giay
Ketua Persekutuan GerejaGereja Baptis Papua
Pdt. Socratez Sofyan Yoman
Langganan:
Postingan (Atom)