Media Online Milik Gereja Kemah Injil KINGMI Papua

Selasa, 22 Maret 2011

OTONOMI KHUSUS DAN PEMEKARAN : BERAPA JUMLAH ORANG ASLI PAPUA?

Hasil penelitian dari Universitas Yale Amerika Serikat dan para peneliti di Australia telah menyimpulkan bahwa di Papua Barat sedang terjadi GENOSIDA (pembantaian etnis Papua), aktornya adalah TNI dan POLRI. Yang dapat menjadi bukti adalah pada tahun 1969 penduduk asli Papua Barat berjumlah  ± 8.000 jiwa dan PNG ± 6000 jiwa. Setelah rakyat Papua Barat bersama NKRI (45 tahun) penduduk asli Papua Barat  ± 1,5 juta jiwa sementara penduduk asli PNG berjumlah ± 7,5 juta jiwa. Para peneliti juga mengungkapkan bahwa antara tahun 1961-1969 Indonesia membantai orang asli Papua Barat ±10.000 jiwa.
Pembantai terhadap rakyat Papua Barat telah menjadi sebuah tradisi dan menjadi sebuah agenda terselubung pemerintah Indonesia. Ada dua pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, yaitu pembantaian terang-terangan (operasi militer, dll) dan pembantaian terselubung/slow motions genosaid (melalui penculikan, pembunuhan, peracunan lewat makanan-minuman, mendatangkan WTS yang mengidap penyakit menular, penularan penyakit HIV/AIDS melalui praktek prostitusi, jarum suntik, tato, minuman keras,dll). Akibatnya populasi orang asli Papua semakin menurun.
Menurunnya jumlah orang asli Papua pun di akui oleh Gubernur Propinsi Papua, Barnabas Suebu SH, saat memberikan sambutan tertulisnya dalam acara Pelantikan Bupati Merauke pada 8 Januari 2011. Menurutnya ”Orang asli Papua akan terus menurun jumlahnya sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, khususnya migrasi masuk. Oleh karena itu pemekaran wilayah tidak boleh membuat orang asli Papua menjadi tersisih bahkan tercabut dari tanah leluhurnya sendiri”[1].   
Sementara itu laporan hasil sensus penduduk dari Propinsi Papua Barat tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah Orang Asli Papua di propinsi itu berjumlah 51,67% dari total 760.000 jumlah penduduk Papua Barat. Itu artinya bahwa jumlah penduduk asli Papua dan non Papua adalah fifty-fifty. Tanda Sirait Kepala BPS Propinsi Papua Barat mengatakan bahwa BPS memakai enam kriteria dalam mendata jumlah orang asli Papua. Pertama, ayah dan ibu orang asli Papua. Kedua, ayah orang asli Papua ibu bukan. Ketiga, ibu orang asli Papua ayah bukan. Keempat, orang nonetnis Papua yang secara adat diakui masyarakat Papua sebagai orang asli Papua. Kelima, orang nonetnis Papua yang diangkat atau diakui secara marga dan keret. Keenam, orang yang berdomisili terus menerus di Papua selama lebih dari 35 tahun[2].
Terakhir melalui buku karangan Jim Elmslie yang berjudul “West Papuan Demographic Transition and the 2010 Indonesian Census: “Slow Motion Genocide” or not?” yang diterbitkan oleh University of Sydney, Centre for Peace and Conflict Studies menyebutkan bahwa jumlah orang asli Papua di Propinsi Papua dan Papua Barat hingga tahun 2010 mencapai 3,612,85641.
Dalam buku itu dilaporkan bahwa jumlah orang asli Papua pada tahun 1971 sebanyak 887,000 dan tahun 2000 meningkat menjadi 1.505.405. Artinya pertumbuhan penduduk pertahunnya 1,84%. Sementara itu jumlah penduduk non Papua tahun 1971 sebanyak 36.000 dan tahun 2000 meningkat menjadi 708,425. Jadi presentase pertumbuhan penduduk non asli Papua pertahunnya 10.82%.
Hingga pertengahan tahun 2010 jumlah orang asli Papua mencapai 1,730.336 atau 47.89% sementara non Papua mencapai 1,882,517 atau 52,10%. Diakhir tahun 2010 jumlahnya menjadi: a) Populasi orang asli Papua mencapai 1,760,557 atau 48.73%. b) Populasi non Papua mencapai 1,852,297 atau 51.27%. Jadi jumlah keseluruhan penduduk Papua hingga tahun 2010 sebanyak 3,612,854 atau 100%.
Jim Elmslie memperkirakan bahwa pada tahun 2020 jumlah penduduk Papua secara keseluruhan akan mencapai 7,287,463 atau 100% dengan pembagian: jumlah orang asli Papua 2, 112,681 atau 28.99% dan jumlah non Papua 5,174,782 atau 71.01%. Itu mengindikasikan bahwa pertumbuhan jumlah orang asli Papua lambat dibandingkan non Papua. Apa  penyebabnya? Jim sendiri mengatakan bahwa selain masalah sosial dan pelanggaran HAM penyebab utamanya adalah migrasi penduduk dari luar Papua yang terlalu besar[3].
Walaupun ada fakta pengakuan dan penelitian diatas namun Kepala BPS Propinsi Papua Ir.J.A.Djarot Soetanto, MM membatahkan akan hal itu. Beliau mengatakan bahwa isu soal adanya genosaid atau pembasmian orang asli Papua secara terencana adalah tidak benar. Lanjutnya, presentase perbandingan jumlah orang asli Papua dan non Papua masih di dominasi oleh orang asli Papua. Jumlah penduduk Papua hasil sensus 2010 menunjukan 2.833.381 dimana orang asli Papua sebanyak 76% dan pendatang 24%.[4]  
Menurut keyakinan saya, jika orang asli Papua diperhadapkan pada pilihan, fakta mana yang mau diterima? maka pastilah mereka setujuh dengan pernyataan gubenur Papua, laporan BPS propinsi Papua Barat dan hasil analis oleh Jim Elmslie. Mengapa? 1) Orang asli Papua sudah terlanjur tidak percaya dengan pemerintahan di Papua yang lebih condong bekerja untuk kepentingan Pemerintah pusat. 2) Fakta dilapangan bahwa kematian orang asli Papua dari bayi sampai dewasa semakin tinggi di Papua setiap harinya. 3) Hampir setiap minggu orang asli Papua melihat banyak orang non Papua yang datang ke Papua melalui kapal laut dan pesawat terbang. 4) Sejarah integarasi Papua ke NKRI yang dinilai tidak adil oleh orang asli Papua. 5) Perhatian kepada kesejaterahan hidup orang asli Papua diabaikan selama ini, sehingga orang asli Papua tidak pernah bebas dari lilitan kemiskinan.
  Jika fakta hidup orang asli Papua seperti itu, kira-kira solusinya apa? Apakah otsus dan pemekaran bisa menjawab permasalahan itu? Apakah UP4B adalah obat untuk menyembuhkan penyakit diatas? Apakah dialog Papua-Jakarta yang dimediasi pihak ketiga adalah solusi? Saya sendiri berpikir bahwa orang asli Papua harus sadar bahwa kita ada dalam masalah besar. Kita ada pada situasi antara, hidup dan mati. Kita ada pada situasi yang terjepit. Kita harus merubah paradigma berpikir kita yang “kekinian”. Merasa puas dengan situasi yang ada hari ini. Mengganti sikap ego kita dengan sikap solidaritas. Kita harus keluar dari kotak primodialisme dan devide et impera yang diciptakan oleh orang lain guna menghancurkan “ke-Papua-an” kita. Sekali lagi kita harus sadar. Bangkit. Buka mata. Tidak terlena dalam kehancuran ini. Janganlah kita selalu menerima keadaan yang rusak ini sebagai “sesuatu yang dikehendaki oleh Tuhan”.
Marilah kita bekerja keras memperjuangkan masa depan kita. Masa depan anak cucu kita. Kitalah yang menentukan kapan dunia baru itu akan terwujud; atau kapan dunia baru itu akan dimulai[5]. Dengan bermasa bodoh kita dan dunia kita tidak akan berubah. Kita harus melepaskan juba tim sukses terhadap penderitaan kita sendiri dan mengganti juba baru, yakni juba siap juang bagi kebaikan masa depan. Kita semua punya talenta/karunia. Kelebihan-kelebihan yang Tuhan taruh dalam diri kita. Mari manfaatkan itu untuk maju selangka demi selangka. Marilah kita menjadi lilin-lilin kecil yang menerangi diri dan lingkungan disekitar kita. Minum dari sumur sendiri akan membuat kita tetap hidup dan sukses di tanah karunia Tuhan ini. Semoga! 

Naftali Edoway ( Departemen Perdamaian dan Keadilan Kingmi Papua)

[1] Papua Pos, 11 Januari 2011
[2] Kompas.com, selasa 11 Januari 2011
[3] http://sydney.edu.au/arts/peace conflict/docs/working papers/West Papua Demographics in 2010 Census.pdf
[4] Cenderawasih Pos, Rabu 02 Maret 2011
[5] Pdt.Benny Giay, Mari Memperjuangkan Pemulihan Negeri Ini. Deiyai.2008

RAKYAT PAPUA KEMBALI TURUN JALAN TUNTUT JAWAB 11 REKOMENDASI HASIL MUBES


Hari ini massa rakyat Papua kembali turun melakukan aksi demontrasi di kantor DPRP dan Gubernur Provinsi Papua. Ratusan massa yang tergabung dalam Koalisi Bersama Rakyat Papua Bersatu Untuk  Keadilan ini mulai melakukan aksi dari expo Waena dan Uncen.  Sekitar Jam 11:00 massa menyatu di Abepura lalu bersama-sama menuju ke sasaran demo dengan menggunakan 15 buah truk. 
Dalam perjalanan menuju DPRP massa terus meneriak yel-yel “Papua Merdeka, Otsus Gagal, hentikan pelantikan MRP”. Sesekali mereka juga mengajak rakyat Papua yang dipinggiran jalan untuk turut berpartisipasi dalam aksi bersama ini.
Massa yang tiba di kantor DPRP sekitar jam 12:30 itu disambut oleh beberapa anggota dewan. Kemudian bersama massa rakyat mereka menuju ke kantor Gubernur Jayapura.  Lalu lintas di kota Jayapura macet total beberapa saat akibat massa yang melalukan long march menuju dok II Jayapura. 
Setelah tiba halaman kantor Gubernur massa lalu Waita (menari-nari sambil berteriak) lalu membentangkan sejumlah spanduk yang mereka bawah. Sambil menunggu pejabat dok II Jayapura turun menemui mereka, massa melakukan orasi-orasi. Benyamin Gurik (Kabidhumas BEM Uncen) dalam orasinya mengajak semua pemuda dan mahasiswa supaya tetap semangat memperjuangkan aspirasi rakyat. Ia juga mengecam demo yang dilakukan LMA buatan pemerintah tanggal 18 Maret 2011 lalu yang mendesak pemerintah segera melantik anggota MRP Jilid II.  Lanjutnya, demo itu dilakukan untuk mengalihkan isu rakyat Papua menolak Otsus dan MRP yang selama ini disuarakan oleh berbagai elemen gerakan pro demokrasi di Papua. Mengakhiri orasinya, Ben menyampaikan bahwa kebijakan apa pun oleh pemerintah NKRI tidak akan bisa memajukan orang Papua, sehingga kami akan tetap menolak. Orasi-orasi lainnya yang disampaikan oleh perwakilan rakyat dari berbagai elemen meminta agar pihak legislatif dan ekskutif untuk segera pulangkan otsus yang sudah dinyatakan gagal oleh rakyat, tapi juga yang kegagalannya diakui oleh berbagai komponen organisasi di Indonesia tapi juga oleh menteri dalam negeri dan para diplomat asing beberapa waktu lalu kepada para pimpinan gereja di Papua saat memperjuangkan aspirasi rakyat di Jakarta. Mereka juga menolak UP4B yang sedang dirancang di Jakarta untuk diterapkan di Papua pasca Otsus dinyatakan gagal oleh rakyat Papua.
Sekitar jam 03:45 wakil gubernur Propinsi Papua Alex Hesegem turun menemui massa. Sebelum aspirasi disampaikan kepada wakil gubernur, anggota DPRP diberi kesempatan untuk menyampaikan alasan mengapa mereka bersama-sama rakyat mengantar aspirasi itu. Yulius Miagoni, Sekertaris Komis A DPRP ini mengatakan bahwa DPRP sudah bosan terus didemo oleh rakyat, kami sudah beberapa kali memperjuangkan aspirasi rakyat ke Jakarta namun Jakarta tidak menanggapi  serius, kami justru distigma anggota DPRP separatis. Itulah sebabnya kami membawa aspirasi ini bersama rakyat supaya pihak eksekutif melanjutkan keinginan rakyat ini kepada pemerintah pusat. Ia juga mengatakan bahwa Undang-Undang Otsus saat ini berada pada posisi yang lemah.
Setelah itu Selvius Bobii membacakan pernyataan sikap rakyat di depan wakil Gubernur Propinsi Papua. Isi pernyataan sikap itu meminta pemerintah propinsi Papua segera mengembalikan Undang-Undang Otsus kepada pemerintah Indonesia karena telah gagal dilaksanakan di Papua, menolak Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) karena dinilai bahwa unit itu mau dihadirkan untuk mempercepat pembunuhan dan pemusnahan penduduk asli papua barat, meminta pemerintah pusat agar segera menjawab 11 rekomendasi hasil Mubes MRP bersama rakyat Papua pertengahan tahun lalu, dan segera gelar dialog yang dimediasi pihak ketiga yang netral.  
Forkorus Yeboisembut, Ketua DAP saat diberi kesempatan untuk menyampaikan pikirannya, ia menyampaikan bahwa tugas dari lembaga yang dipimpinnya yakni menjaga tanah dan manusia Papua dari kerusakan dan pemusnahan. Oleh karena itu, ia atas nama rakyat dan tanah Papua meminta supaya gubernur dan wakil gubernur melanjutkan aspirasi rakyat itu kepada pemerintah Pusat. Ia juga berpesan supaya jangan takut, sebab Tuhan Allah Bangsa Papua akan menyertai.
Akhirnya, pernyataan sikap itu diserahkan oleh mama Yosepin Gewap kepada Wakil Gubernur Papua sambil mengatakan: “ Dengan nama Bapa, Firman dan Roh Kudus saya menyerahkan aspirasi ini, tolong disampaikan kepada pemerintah Pusat, di Jakarta”.  Wakil Gubernur menerima aspirasi itu dengan mengucapkan: “ atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus, saya menerima aspirasi ini”. Setelah itu beliau mengatakan bahwa perjuangan yang dilakukan rakyat itu benar dan tidak salah. Ia berjanji, aspirasi itu akan dibahas di tingkat pimpinan pemerintah propinsi termasuk TNI/Polri lebih dulu, lalu akan disampaikan ke Jakarta.  Ia meminta kepada rakyat supaya tidak meragukan pihaknya. Mengakhiri tanggapannya, ia mengatakan bahwa “ kami pemerintah Propinsi Papua akan mengantar aspirasi ini ke Pemerintah Pusat, kami tidak takut terhadap situasi apapun yang akan terjadi nantinya”.
Setelah memberikan deadline waktu hingga 4 April, massa lalu berdoa dan membubarkan diri.    

Naftali Edoway


Jumat, 18 Maret 2011

MARS KINGMI


Bes = Do 4/4
Ttmpo di marcia

Teks    : Yance Nawipa, MA.M.Th
Lagu    : DJ.Siwabessy, MAP & F Kusen
Notasi  : Freddy Kusen




Sinode G’reja Kemah Injil Papua
Dipanggil Allah untuk muliakan nama-Nya.
Melalui penginjilan, pendidikan, diakonia serta pengembalaan
Sinode G’reja Kemah Injil Papua
Dilandaskan pada lambang Injil Empat Berganda
Yesus Kristus, Jurus’lamat, yang Kudus Tabib dan Raja

Koor:

Marilah bulatkan tekad, satukan visi dan iman
Fokuskan pelayanan padukan perbedaan
P’lihara persatuan
Berjiwa besar
Dalam kekuatan dan kuasa kebangkitan Kristus
Melawan kuasa g’lap menghadirkan k’rajaan Allah di tanah Papua

Berjiwa besar
Dalam kekuatan dan kuasa kebangkitan Kristus
Melawan kuasa g’lap menghadirkan k’rajaan Allah
Papua damai sejahtera

Senin, 14 Februari 2011

AUTOKRITIK: MENJADI GEREJA PENYEMBUH

(Dari KINGMI Getah Ubi Ke KINGMI Getah Otonomi Khusus)
By: Dominggus Pigay


A.     Pengantar

………..Nakhoda perahu memeriksa dan menimbang dengan seksama perahu dan persediaan-persediaan lainnya dan pada akhirnya melihat kepada keadaan cuaca yang mengijinkan ( Mohamad Achmad)

Hanya engkau sendirilah yang akan menentukan masa depanmu. Engakau sendiri yang tahu kalau Tuhan sedang bekerja dalam dirimu. Karena engkau sendiri yang sedang berdialog secar pribadi dengan kekuatan luar ataupun kekuatan dari dalam dirimu sendiri. Mengenal diri sendri adalah pintu masuk untuk mengenal orang lain. Terlebih dahului bicaralah kepada dirimu sendiri sebelum engkau berbicara dan berdialog dengan orang lain. Karena lebih bermartabat jika  engkau berbicara dan mengkritik dirimu sendiri. Lantas apa program yang dapat dikembangkan sehubungan dengan Agenda Periksa Diri (autokritik), bagaimana menjalankan program Periksa Diri.
Ide ini ditulis dalam bingkai dan spritualitas yang ingin menempatkan gereja Kingmi sebagai pembawa obat yang dapat menyembuhkan sakit penyakit orang Papua. Ret-reat Depertemen Perdamaian dan Keadilan KINGMI Papua dalam kesempatan seperti ini obat yang akan mentahirkan penderitaan orang Papua.
Tanda orang papua sedang skait ialah menigkatnya angka kematian melalui:
  1. Tindakan pelanggaran HAM berat (1963-dewasa ini)
  2. Makanan beracun
  3. Minuman keras
  4. HIV?AIDS menigkat drastic
  5. Orang Papua dalam ambang pemusnaan etnis/genocida menurut laporan: Universitas Yale Amerika 2002 dan Universitas Sydney 2003, buku Sendius Wonda “Tenggelamnya Rumpun Melanesia” tahun 2007.
  6. Konflik internal gereja yang memanjang antara KINGMI papua dan Gereja Pusat (GKII) yang harus diakhiri melalui jalur pengadilan.

Tulisan ini secara sepintas akan menyinggung dan menampilkan potret wajah KINGMI Papua dalam tiga masa periodisasi sejarah. Ide-ide sejarah pelayanan ini adalah upaya  dari bagian pengenalan jati diri gereja. Kerena, sejarah ialah cermin diri. Pokok pikiran yang dirunut dari iktisar sejarah gereja, tidak lain adalah studi diagnosa.

B.     Periode KINGMI Getah Ubi (1962-1984)
Kingmi pre intergrasi dalam wadah GKII, lebih berfokus kepada pelayanan Pastoral dan bersifat rohani. Lebih memetingkan aspek penginjilan. Membuka pos-pos penginjilan, melipatgandakan umat, membuka sekolah-sekolah teologi, terjemahkan Alkitab, perbanyakan lagu kemenangan iman. Tenaga pelayan kingmi kebanyakan didorong orang-orang bumi putera. Misionaris berperan sebagai lembaga penyandang dana. Jemaat local menjadi oksigen yang menghidupkan atau membiayai kehidupan rumah tangga organisasi gereja. Gaji dibawah standar. Hidup dengan hasil kebun. Para pekerja gereja tidak dapat mengembangkan potensi sumber ekonomi. Kingmi masih dipengaruhi oleh tradisi teologi misi CMA yang lebih memuja kehidupan wetwrnisasi (kebarat-baratan). Kaum perempuan dilarang dilatik sebagai pendeta. Perempuan tidak diperbolehkan memimpin, mengajar atau berkotbah di mimbar gereja. Dalam hubungan dengan Keputusan Organisasi Gereja Ketua Sinode ikut pertemuan di Amerika Serikat.
Wibawa kepemimpinan gereja Sinode dan Klasis) dihormati. Dijemput dengan tari-tarian adapt. Sama seperti menjemput pimpinan pemerintahan. Mempunyai kewenangan untuk mengirim anak-anak papua untuk berpendidikan ke luar negeri ditentukan oleh Ketua Sinode Kingmi (Pdt. Dr. Benny Giay, Pdt. Dr, Noakh Nawipa dan Pdt. Geradus Adii di kirim ke Philipina)
Ada perang obano 1956 masyarakat membunuh anak dari Ch.D Paksoal yang bernama Rulland Lesnusa dan anak Rumaseb Pekerja Gereja Kingmi karena dituduh menyebarkan penyakit mematikan bagi babi dan melakukan tindakan pelehan seksual dengan memegang payudara para gadis saat itu.
30 Oktober 1961 Komite Nasional Papua berdebat membuat manifesto politik.
1 Desember 1961 ditetapkan sebagai Hari Kemerdekaan Papua Barat dibawah panji mendera bintang kejora yang dirancang oleh Pemerintah Kerajaan Belanda.
6 April 1962 konferensi I Gereja Kemah Injil dilaksanakan di Beoga dan melahirkan nama Gereja Kingmi Papua.
Perjanjian New York (Yew York Agreement) 15 Agustus 1962. Indonesia, Amerika Serikat dan Belanda menentukan status politik Papua Barat tanpa mengikut sertakan gereja dan orang Papua dalam menysun perundingan demi menentykan status politik Papua Barat.
1 Mei 1963 Papua dianeksasi oleh pemerintah RI.
Pecah perang revolusi politik di Paniai tahun 1969 pasca plebisit, Gerekan perjuangan Organisasi Papua Merdeka dan semangat ideology politik tumbuh subur dan menyebar. Papua diberlakukan daerah DOM (Daerah Opersi Militer oleh NKRI). Dengan berbagai operasi militer  banyak rakyat terbunuh. OPM hidup bergerilya memperjuangkan kemerdekaan politik di hutan-hutan. Buku-buku teologi di STP Kebo dibakar.
Pecah perang/gejolak social 1977 di Jayawijaya. Warga gereja di Walak, Pyramid, Dani Lembah terusir dari tanah airnya dan mengungsi ke hutan-hutan. Mereka lari kearah Kobakma menyebrang sungai Mamberamo dan hingga ke Papua New Guinea (PNG). Di hutan mereka berlatih militer sehingga membentuk Organisasi Papua Merdeka. Ada pula yang llari sampai ke Lereh. Mereka terserang sakit Malaria, kelaparan dan sakit maag. Banyak harta dan jiwa korban.
Sekolah Teologi Pertama (STP) ditutup karena guru-guru dan siswa-siswanya mengungsi ke hutan-hutan.
Gereja KINGMI tidak terlibat dalam peran pembelaan terhadap gejolak social, ekonomi, politik atas warga gerejanya yang menjadi korban. KINGMI bisu dan tidak berdaya menyatakan kesalahan dan dosa militer, Negara. Teologi KINGMI belum mengembangkan fungsi pastoral terhadap para korban kekerasan militer, pembangunan, ideologi politik.
Diakui tenaga-tenaga ahli di bidang HAM, pengetahuan dan wawasan social politik yang lebih luas belum ada dan doktrin teologi CMA yang brsifat rohanisentris. Secara struktur belum ada Depatemen Perdamaian dan Keadilan.

Inikah gereja yang sehat. Apakah model gereja seperti ini ialah gereja yang telah menyembuhkan?

C.      GKII Wilayah Papua 1984-2005
KINGMI berintegrasi dengan gereja nasional di bawah payung Gereja Kemah Injil Indonesia pada tahun 1984 didorong oleh kepntingan Misionaris Amerika untuk mengurus visa tinggal di Indonesia. Misionaris CMA memberi ancaman kepada ketua Sinode Kingmi Papua Pdt. Yosia Tebay bahwa jika tidak bersedia berintegrasi dengan GKII: 1) Memberhentikan beasiswa bagi mahasiswa Papua yang sedang melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Jaffray Makasar Ujung Pandang. 2) Tidak melayani MAF ke daerah-daerah pedalaman.
Aspirasi papua Merdeka, Pelanggaran HAM atas warga gereja karena represif militer, kejahatan kemnusiaan diabaikan, pembakaran gereja tidak diperhatikan, penembakan atas para pekerja gereja dibiarkan. HAM dipandang sebagai bagian dari politik.
14 Desember 1988 di Lapangan Mandala Jayapura Dr. Tom Wanggai, MPA Memploklamirkan Kemerdekaan Negara Melanesia Barat. Seterusnya ia diadili didepan pengadilan negeri jayapura dan diberi vonis penjara dan diasingkan di Kalisoso.
18 Maret 1996 demosntrasi dan kerusuhan massal rakyat papua di jayapura karena tewasnya Thomas Wopai Wanggai di Penjara Kalisoso. Mayatnya dikirim ke Jayapura, namun masyarakat Papua belum melihat jasadnya, karena dihalangi militer.
Thaun 1996 basis wilayah pelayanan gereja kemah injil Irian Jaya yang meliputi klasis/daerah Mapnduma, geselama, Jila, bela dan Alama diserang militer dengan membakar gereja, menembak pendeta, memperkosa anak gadis, membakar rumah-rumah masyarakat dan kebun-kebun serta membunuh habis ternak piaraan masyarakat. Karena didorong oleh peristiwa penyerangan dan penyisiran militer tersebut maka Dr. Benny Giay bersama-sama dengan pihak GKI dan Katolik mendirikan El-SHAM Papua.  Saat itu mahasiswa dari GKII turun demo di depan gedung DPRD Irian Jaya dan bermalam disana selama tiga hari. Sementara itu GKII wilayah Papua mengadakan pengumpulan aksi dana melalui ibadah di gedung sasana krida. Ketua wilayah Papua Pdt. Jhon Gobay yang juga menjabat sebagai penasehat PT. Freeport terbang dengan helicopter bersama TNI-AD ke Jila, Mbela, Alama dan Geselama.
Pada 21 Mei 1998 terjadi Reformasi Nasional yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto. Orang Papua secara bebas mengekspresikan gerekan kemerdekaan melalui serangkaian aksi pengibaran bendera bintang kejora. Satgas Papua dibentuk. Bendera kejora dikibarkan dengan semangat di berbagai pelosok Tanah Papua.
Tahun 1999 di bentuk FORERI untuk memfasilitasi pertemuan yang dikenal dengan Dialog Nasional antara team 100 dan Presiden R.I.B.J.Habibie di istana merdekan Jakarta tanggal 26 Februari 1999. FORERI (Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya) di ketuai Pdt. Dr.Benny Giay, Ph.D. Delegasi papua yang diketuai oleh Thom Beanal menuju ke Jakarta dan secara bulat team 100 minta Kemerdekaan Politik bagi orang Papua Barat.
Tahun 2000 Musyawarah Besar Papua dilaksanakan di Hotel Sentani Indah.Agus Alua,M.Th dan Taha Alhamid ditunjuk sebagai ketua dan sekertaris panitia Kongres Papua ke-2.
29 Mei-3 Juni 2000 Kongres Papua diselenggarakan di gedung Olah Raga Cenderawasih Jayapura. Kongres Papua membahas agenda pokok: 1) Pelurusan Sejarah Papua Barat, 2) Agenda Politik (Alat-alat Kenegaraan dan Symbol Politik: Bendera, Lagu Kebangsaan, dll), 3) Konsolidasi Komponen Papua,  dan 4) Hak-hak Dasar Rakyat Papua. Di sinilah dibentuk PDP (Presidium Dewan Papua) yang diketuai oleh Theys Hiyo Eluay. Wakil ketua Tom Beanal.
Tahun 2001 untuk mengakhiri pertarungan ideology papua merdeka yang dikobarkan oleh masyarakat semesta papua untuk memisahkan diri dari NKRI melalui mekanisme politik nasional (Dialog Nasional) dan mekanisme politik internasional melalui Dialog Internasional yang melibatkan PBB sebagai wasit. Serta meminta pengakuan kedaulatan politik Bangsa papua yang sudah diploklamirkan pada 1 Desember 1961. symbol politik bangsa papua barat. Kejora sebagai bendera nasional papua barat. Hai tanahku papua sebagai lagu kebangsaan. One people one soul sebagai adgium politik. Semuanya itu dijawab dengan Undang-Undang Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi papua di bawah pemerintahan Megawati-Hamka Haz. Gubernur papua pertam yang mennikmati dan mengunakan uang otonomi khusus adalah Drs. Jaap Pervidia Solosa, M.Si. otonomi khusus adalah undang-undang konspirasi politik dan kejahatan global untuk mengeksploitasi dan sebagai mesin pencetak kekerasan dan kejahatan secara rapih dan sistematis.
10 November 2001 Theys hiyo Eluay Ketua Presidium Dewan Papua dibunuh oleh Korps Pasukan khusus (Kopasus). Mayatnya ditemukan warga di Koya Koso. Masyarakat membakar sejumlah toko di sentani sebagai bentuk protes. 2 tahu kemudian Pdt. Dr. benny Giay menulis buku “Tanggapan Mayarakat papua terhadap Kematian Theys Hiyo Eluay pada 10 November dan mengadakan acara beda buku di Aula STT I.S.Kijne. Pasca kematian Theys Hiyo Eluay seluruh gerekan aksi massa yang meminta kemerdekaan mati. Kelompok angkatan muda mulai bersuara sejak 2005.
7 Desember 2000 aparat kepolisian dari kesatuan brimob papua dan polresta jayapura menyerang pemukiman warga pegunungan tengah di jayapura dan asrama-asrama mahasiswa. Dari penyerangan tersebut menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM berat. Kasus tersebut disidangkan di Makasar pada 7-8 Maret 2005 melalui pengadilan Ham berat berdasarkan UU No. 26 tahun 2000. Para pelaku yakni Jonny Wainal Usman (Kasat Brimob Irja) dan Drs.Daud Sihombing (Kapolresta Jayapura) sebagai tersangka diberi vanis bebas. 
Tahun 2002 konferensi wilayah ke 7 di Nabire, Biro Perdamaian dan Keadilan dibentuk. Pdt.Geradus Adii, M.Div terpilih sebagai ketua wilayah. Pemilihan ketua wilayah pada saat itu disinyalir ada unsure money politik.
Dalam Rapat Kerja GKII Wilayah Papua 2003 di Kam Key Aepura disepakati kembali ke Sinode Papua. Namun Rakernas GKII di Manado menolak ide kembali ke Kingmi Papua.

20 Juni 2005 Pdt.Geradus Adii,M.Div meninggal dunia. Benih konflik menyebar sampai ke serabut gereja yang paling  dalam sekalipun. Terjadi ketegangan antara Pusat di Jakarta dengan Gereja Kingmi Papua. Konflik antar warga gereja di Papua tumbuh dengan subur.
Juli 2005 Pdt. Paksoal (Ketua GKII Pusat) menertbitkan surat keputusan pengangkatan Pdt.Jhon Gobay, S.Th sebagai carateker ketua wilayah GKII Papua dengan memberhentikan Pdt. Seblum Karubaba sebagai ketua wilayah Papua . ibadah pelantikan dilaksanakan di gereja GKII Ebenhaeser Sentani. Massa Kingmi berdemonstrasi menolak keabsaan SK tersebut.
Pemilu 2005 banyak pendeta melibatkan diri dalam Partai Politik dan hendak menjadi anggota Legislatif. Ada tiga kelompok pandangan teologi politik yang berkembang dalam merumuskan keterlibatan Pendeta dalam Legislatif.
Kelompok pertama yang menganut teologi Hak Asasi Manusia berpandangan bahwa keabsahan hak berpolitik seseorang adalah mutlak. Tuhan mengaruniakan kebebasan kepada siapa saja untuk memilih dan menentukan arah dan tujuan hidup. Menjadi legislative adalah haka setiap warga Negara tanpa memandang status, profesi yang  melekat pada manusia sebagai son politikon (manusia adalah mahkluk yang berpolitik).
Kelompok kedua menganut Teologi Kristen Radikal. Kelompok ini mengklaim bahwa Pendeta adalah pelayan Tuhan di gereja (dalam peribadatan suci) tidak perlu mencemarkan diri dalam dunia politik. Politik sekuler harus dijauhkan dari kehidupan pelayanan suci. Politik dan gereja adalah bedah.
Kelompok ketiga, kelompok pendeta Liberalis. Kelompok ini memandang politik yang cemar perlu di garami dan diterangi dengan ajaran Kristus. Pendeta yang mempunyai ketahanan iman akan membawa nilai-nilai baru dalam menerangi lembaga legislative yang kehilangan kekuatan kebenaran.

31 Oktober 2005 Majelis Rakyat Papua dilantik oleh menteri dalam negeri pemerintah NKRI.
Tahun 2005 semangat perjuangan papua barat dikumandangkan kembali secara berkobar-kobar oleh kelompok-kelompok mahasiswa. Aksi demonstrasi missal yang dipelopori oleh organ-organ masyarakat papua mulai bertumbuh. Organ-organ yang dibentuk mempelopori gerakan kemerdekaan: Parlemen Jalanan Papua, Front Persatuan Perjuangan Rakyat papua barat (Front-Pepera), Solidaritas mahasiswa papua (SONAMAPA), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan tengah Indonesia (AMPTPI), Aliansi Mahasiswa Papua, Koalisi Rakyat Sipil Papua, FNMP, Komite Mahasiswa Papua, FPNDPB, Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Juli 2005 dua orang anggota Kongres Ameriks Serikat Donald Payne dan Enny Valeomavaega menyatakan dukungan  terhadap Pergerakan Politk Papua ke dalam NKRI melalui PEPERA 1969, hal itu dituding tidak demokratis sehingga perlu ditinjau kembali. Referendum ialah solusi bagi Papua. Perjuangan kedua anggota konggres tersebut melahikan Rancangan Undang-Undang H.R.2601, yang selanjutnya akan di bahas di tingkat Senat Amerika.
Atas dasar kondisi dan eskalasi politik tersebut pada 4 Agustus 2005 di Jayapura dibentuk sebuah Badan “ Koalisi Nasional Bagi Papua Barat” (West Papua For National Coalization). Badan ini akan mengakomodir semua komponen perwakilan masyarakat, faksi-faksi perjuangan yang bertujuan memerdekakan bangsa Papua. Badan ini akan menghimpun tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan tokoh pemuda dan seterusnya. Bandan ini dibentuk dalam rangkah mengkaunter orang papua, baik yang ada dalam negari seperti pejabat-pejabat pemerintah yang ada di tingkat propinsi, pusat atau kelompok masyarakat lainnya yang hendak menjadikan kendaraan demi kepentingan kekuasaan Indonesia untuk berbicara diluar negeri tentang ststus Papua tanpa mendapat dukungan atau izin dari KNBPB. Atau orang Papua dan orang asing lainnya yang berada di luar negeri untuk berbicara.
6 Agustus 2005 Tokoh-tokoh agama Papua diantaranya: Leo Laba Ladjar OFM (Uskup Jayapura), Drs. Husein Dg Zubaer (MUI), Pdt.Herman Saud, M.Th (Ketua Sinode GKI di Tanah Papua), Pandita Arya Bohdi Jasmani (Sekertaris Budahyana Provinsi Papua), dan Drs. I Wayan Sudha (Ketua Parisada Hindu Dharma Propinsi Papua) mengadakan konfrensi pers di kantor Keuskupan Jayapura menyikapi keberadaan RUU HR 2601. mereka menyatakan kesepakatan bersama bahwa: Jaga Papua Tanah Damai.
31 Agustus 2005 Dr. Naokh Nawipa memberikan seminar tentang kekerasan dalam pendidikan teologi di tanah Papua. Kekerasan yang ditampilkan berpijak pada teori Johan Galtung dan Dom Helder Camara tentang Spiral Kekerasan.
14 november 2005 Sekolah Tinggi Teologi Walter Post bekerja sama dengan Persekuatuan gereja-Gereja Baptis Papua menyelenggarakan seminar beda buku yang ditulis Pdt. Sofyan Yoman yang berjudul “ Orang Papua Bukan Separatis, Makar dan OPM dan Penentuan Pendapat rakyat (PEPERA) 1969 Tidak Demokratis. Acara beda buku dan seminar ini dilaksanakan dalam rangka menyambut peluncuran buku Penelusuran Sejarah Papua yang ditulis oleh Prof. dr. Drooglever di negeri Belanda. Tampil sebagai pembeda buku: Aloysius Renwarin, SH, Dr. Benny Giay, Sofyan Yoman. Dr. Noakh Nawipa bertindak sebagai moderator dan Dominggus Pigay sebagai notulis. Peluncuran buku ini dilaksanakan di aula STT Walter Post Jayapura.
15 Februari 2005 Prof. Dr. Drooglever meluncurkan buku tentang Pelurusan Sejarah Papua. Dilapangan Trikora Abepura Bnedera Aliansi Mahasiswa Papua dan Front PEPERA berkibar. Mereka melakukan demonstrasi damai dengan orasi-orasi.
16 Maret 2006 Abepura berdarah. Empat orang aparat milter tewas dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang menuntut Perusahan PT.Freeport ditutup. Dampak peristiwa itu menyebabkan  banyak mahasiswa lari kehutan-hutan dan Selfius Bobii beserta teman-temannya ditangkap dan dipenjarakan.

Inikah gereja yang telah menjadi Gereja Penyembuh?  

D.    Kingmi Getah Otonomi Khusus
Kingmi yang kini kembali melalui Amandemen pasal 19 Ayat 2 dan 3 dalam Konfrensi Nasional Maret 2006 di Kinasi Bogor  keluar dengan kepentingan Otonomi Khusus sebagai landasan hukum formal.
Kingmi disahkan melalui Konferensi Wilayah ke-8 di Nabire. Pengurus Sinode yang terbentuk disebut Sinode transisi. Lama kepengurusan 3 tahun 2006-2009.
Kepengurusan sinode ditunjuk dalam Konferensi GKII Wilayah ke-8 di Nabire berdasarkan utusan suku dan daerah. Bukan berdasarkan Potensi dan Karunia. Yang ditunjuk sebagai ketua Sinode adalah Pdt.Seblum Karubaba, S.Th, MA, Dr. Noakh Nawipa,Ed.D sebagai Sekertaris Umum dan Pdt. Agus Tebay, S.Th sebagai Bendahara Umum.  Representasi cultural dan dan Etnis menjadi tujuan dan sasaran pokok. Pdt. Paul Paksoal sebagai Ketua Umum tidak menghadiri pertemuan itu. Program Kerja D4 (Doa, Data, Daya dan Dana) dengan tema “Berubah Untuk Menjadi Kuat” (Roma 12:1-2) disepakati untuk dilaksanakan.
 30 Desember 2006 terjadi penyerangan, pemukulan, dan pengrusakan Kantor Sinode Papua oleh pihak GKII Wilayah Papua. 
Februari 2007-2008 Paul Paksoal menggugat Kingmi Papua di Pengadilan Negeri kelas I A Jayapura dan Pengadilan Tinggi jayapura dengan pokok perkara Kepemilikan Asset. Kingmi menang mutlak atas dua perkara berturut tersebut. Yang menjadi Kuasa hukum Kingmi Papua adalah Stev Waramori, SH dan Godlief Mansi, SH.
30 April 2007 Pengadilan kelas I A Jayapura menolak semua gugatan yang diajukan oleh Pdt. Paul Paksoal Ketua Umum GKII di Jakarat yang menggugat Pdt.Seblum Karubaba atas nama sinode Kingmi.
Kopasus dan satgas merah putih mendampingi Sinode Papua saat ibadah Pengucapan Syukur 20 Juni 2007. Sedangkan Kepolisian mendampingi GKII untuk menurunkan Papan Nama Kingmi Papua yang baru ditabiskan. Pada tahun 2007  itu juga dibentuk PT.Kemah Papua. Pdt. Dr.Noakh Nawipa ditunjuk sebagai Direktur Utama.
Asia Internasional Finance mengkampanyekan program global warming “upaya penyelamatan hutan dari ancaman pemanasan global” dalam Pekan Rohani Olah raga dan Seni Departemen Pemuda Kingmi Papua di Timika pada Oktober 2007 dengan membantu dana sebesar Rp.600 juta. Membagi baju kaos sebagai bentuk kampaye public.
Pdt. Henrik Willem membangun mitra dengan Kingmi Papua, menyelengarakan kebangunan rohani diseluruh tanah Papua dan Indonesia. Tim KKR ini dinamakan Papua Propetic Call (PPC).
Juli 2010 konferensi perdana Kingmi Papua di Wamena. Konferensi berjalan cukup alot. Dalam Konfrensi tersebut Pdt.Dr. Benny Giay terpilih sebagai ketua sinode Gereja Kingmi Papua yang baru.